:: As Siyasah As Syar'iyah (6) ::

Ustadz Dzul Akmal, LC

 

Alqaidah yang Kedua:

 

Al Qaidah As Syar`iah yang ditetapkan dan berasaskan Al Kitab As Sunnah dengan pemahaman para ulama Salaf menghendaki kita untuk betul betul mencari ketetapan tentang : “Apakah berhukum selain hukum Allah dengan tidak menentang kebenaran hukum-Nya dan menghalalkan hukum selain hukum-Nya merupakan Al Kufru Al I`tiqadiy (kekafiran dalam segi `Aqidah) yang mengeluarkan seseorang itu dari Islam secara keseluruhannya atau hanya merupakan kufur dari segi amalan saja yang tidak sampai mengelurkan seorang itu dari ruang lingkup Islam.”

Inilah jawaban ulama Islam dan ahli Ilmu dan Iman, diantara mereka ada yang sudah disebutkan sebelum ini nama nama mereka pada Al Qaidah yang pertama, tidak ada ikhtila diantara mereka dalam hal ini : Bahwa perbuatan demikian merupakan kekufuran, kezholiman dan kefasiqan yang tidak mengeluarkan dia dari Islam, hanya merupakan dosa besar dari sekian dosa dosa besar lainnya, tidak sama disisi mereka hukumnya antara orang yang berhukum dengan selain hukum Allah dan dia mengingkari, mendustakan, meremehkan, menghalalkan undang undang produk tangan tangan manusia, dia lebih mengutamakan hukum thoghut itu daripada hukum Allah, dan orang yang berhukum dengan selain hukum Allah, sementara dia meyakini kewajiban dan keutamaan hukum-Nya, dan dia mengakui juga bahwa dia mustahaq untuk diberi sanksi dan `iqab, lantas dia mengerjakan demikian karena hawa dan ma`shiyat, atau karena takut dari pimpinan pimpinannya, atau disebabkan oleh keinginannya terhadap dunia yang hina ini, atau selain dari demikian daripa hal hal yang tidak tersembunyi tentangnya.

Thowus telah menyampaikan satu hadist dari Ibnu `Abbas- radhiallahu `anhuma- tentang tafsir perkataan Allah Ta`ala :

"ومن لم يحكم بما أنزل الله فأولئك هم الكافرون." قال : "ليس بالكفر الذي يذهبون إليه."

Artinya : “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang orang kafir.” Al Maidah (44). Berkata Ibnu `Abbas : “Bukan kekufuran yang dimaksudkan oleh mereka itu.” Riwayat ini shohih. Dikeluarkan oleh : `Abdur Razaq dalam tafsirnya: (1/191), Ahmad di dalam Al Iman, Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya, Al Marwaziy di dalam Ta`zhim Qadri As Sholat: (2/251), Ibnu Jarir dalam tafsirnya: (10/356), Ibnu Batthoh di dalam Al Ibanah: (2/734,736), Waqi` di dalam Akhbar Al Qadhah: (1/41) dari jalan Ma`mar, dari Ibnu Thowus, dari Abihi (Bapaknya), dari Ibnu `Abbas, Sanad hadist seperti matahari.

Ada dari jalan lain tetapi lemah karena disanad hadist ada rawi Hisyam bin Hujair, lemah dari sisi hapalannya, dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad di dalam Al Iman, Sa`id bin Manshur (749), Ibnu Batthoh dalam Al Ibanah (2/736), Al Marwaziy dalam Ta`zhim Qadri As Sholat (2/521), Ibnu Abi Hatim, Al Hakim (2/313) dari jalan Al Baihaqiy dalam sunannya (8/20), Ibnu `Abdil Barr dalam At Tamhid: (2/422), dan selain dari mereka.

Dan darinya juga berkata : “Kufur yang tidak mengeluarkan dia dari Islam.” Dho`if, di sanadnya ada rawi yang tidak disebutkan namanya, dikeluarkan oleh Al Marwaziy (2/522).

Dan darinya juga berkata : “Kufur, zholim, fasiq yang tidak mengeluarkan dari Islam.” Dikeluarkan oleh Al Firyabiy, Ibnu Al Mundzir, Ibnu Abi Hatim dan Al Hakim (2/313) sebagaimana dijelaskan di dalam Ad Darr Al Mantsur (3/87).

Dari Thowus berkata : saya bertanya kepada Ibnu `Abbas: Tentang orang yang tidak berhukum  dengan hukum Allah apakah dia Kafir ?? Ibnu menjawab : “Itu merupakan kekufuran, tetapi bukan seperti kafirnya seseorang kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab kitab-Nya, Rasul rasul-Nya dan Hari Akhirat.” Shohih, dikeluarkan oleh : Al Marwaziy (2/521), Ibnu Jarir (10/313) dari jalan Ma`mar, dari Ibnu Thowus, dari Ibnu `Abbas.

Berkata Thowus : “Bukan kekufuran yang mengeluarkan seorang dari Islam.” Shohih, dikeluarkan oleh Al Marwaziy : (2/522), Ibnu Jarir : (10/355-356), Ibnu Batthoh : (2/735) dari jalan Sufyan, dari Sa`id Al Makkiy, dari Ibnu `Abbas juga.

Berkata Ibnu Thowus : “Bukan kufur seperti kafirnya seorang dengan Allah, Malaikat-Nya, Kitab kitab-Nya dan Rasul rasul-Nya.” Shohih, dikeluarkan oleh : Al Marwaziy : (2/521), Ibnu Batthoh (2/736) dengan sanad yang sama dengan sebelumnya.

Berkata `Ali bin Al Husain : “Kekufuran tidak seperti kufurnya Syirik, Kefasiqan bukan seperti fasiqnya Syirik, Kezholiman bukan seperti zholimnya Syirik.” Shohih, dikeluarkan oleh Ahmad, Abu `Ubaid dalam Al Iman, Al Marwaziy (2/522), Ibnu Batthoh : (2/735, 737), Ibnu Jarir dalam tafsirnya (10/355), Waqi` dalam Akhbar Al Qodho (1/43) dari berbagai jalan. Telah ribut sebahagian orang untuk melemahkan atsar atsar ini, akan tetapi, sama sekali tidak, sama sekali tidak, bahkan sanad sanad riwayat ini seperti matahari disiang bolong.

Berkata Isma`il bin Sa`id : “Saya bertanya kepada Imam Ahmad tentang tafsir ayat ini, apa yang dimaksud kufur disini??

Beliau menjawab : “Kufur yang tidak mengeluarkan dari Islam.” Dikeluarkan dalam Masail As Sajastaniy (209), An Naisaburiy (2/192) nukilan dari : riwayat riwayat Al Imam Ahmad dalam At Tafsir : (2/45).

Berkata Al Imam As Syathibiy : “Ayat ini sebenarnya diturunkan atas Yahudi, susunan ayat menunjukan demikian, sesungguhnya para `ulama menetapkan ayat ini secara umum tetapi bukan terhadap orang orang yang kufar, berkata mereka : “Kufur yang tidak mengeluarkan dari Islam.” Lihat : Al Muwafaqat : (4/39) dengan tahqiq yang baru oleh As Syaikh An Nabil Abi `Ubaidah Masyhur bin Hasan Ali Salman. 5

Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar Al `Asqalaaniy : “Sesungguhnya ayat ayat ini walaupun sababun nuzulnya atas ahlil kitab, akantetapi berlaku juga secara umum kepada yang lainnya, namun telah ditetapkan dalam kaedah kaedah Syari`at ini bahwa setiap orang yang mengerjakan ma`shiyat tidaklah dinamakan kafir, dan tidak juga zholim, karena zholim kadang kadang ditafsirkan dengan syirik, tinggal lagi shifat yang ketiga, (al fisqu),  sebagaimana dipertegas dalam perkataan Allah `Azza wa Jall :

"الذين آمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم أولئك لهم الأمن وهم مهتدون." الأنعام (82).

Artinya : “Orang orang yang beriman dan tidak mencampur adukan iman mereka dengan kezholiman (syirik), mereka itulah orang orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang orang yang mendapat petunjuk.” Al An`am (82). Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam telah menafsirkan kata “az zhulum” disini dengan makna “As Syirik”, seperti dalam perkataan `Azza wa Jall :

"إن الشرك لظلم عظيم." لقمان (13).

Artinya : “Sesungguhnya syirik itu merupakan kezholiman yang sangat besar sekali.” Luqman (13). Demikian dijelaskan dalam Shohih Al Bukhariy. (Fathul Baariy : 13/129).

Berkata Al `Ainiy : “Ayat ini, dan dua ayat setelahnya turun atas orang orang kafir, dan orang orang yang merobah hukum Allah dari kalangan Yahudi, sedangkan orang orang Islam tidak termasuk dalam ini, karena seorang Muslim walaupun dia mengerjakan dosa besar tidaklah dikatakan dia kafir.” (`Umdatul Qariy : 20/129-130).

Telah lewat perkataan Ibnu Al Jauziy : “Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah disebabkan kecendrungannya terhadap hawa nafsunya tanpa menentang hukum-Nya, maka dia zholim dan fasiq.”

Demikian juga perkataan pensyarah At Thohawiyah Ibnu Abi Al `Izz : “Kalau seseorang yakin tentang wajibnya berhukum dengan hukum Allah, dan dia berilmu dengan keadaan ini, lantas dia berpaling dari hukum-Nya dengan pengakuan bahwa dia mustahaq untuk mendapatkan `iqab (sanksi), maka dia adalah durhaka, dan dinamakan kufur majaziy, atau kufur yang kecil.”

Perkataan As Syinqqithiy : “Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah dengan keyakinan bahwa dia telah melakukan sesuatu yang haram, atau dia mengerjakan perbuatan jelek, maka kekufuran dan kefasiqannya tidaklah mengeluarkan dia dari Islam.”

Berkata Shiddiq Hasan Khan : “Perkataan para ulama Salaf menunjukan bahwa yang dimaksud dengan kufur dalam ayat ini ialah ma`shiyat yang sangat besar menyerupai kekufuran tetapi bukan kufur….. dan adapun kekufuran mengeluarkan seseorang dari Islam, dan mereka tidak dihukum seperti itu, seperti yang kamu ketahui dari perkataan Salaf : “Kufur disini bukan kufur yang mengeluarkannya dari Islam” artinya ma`shiyat yang sangat besar menyerupai kekufuran akan tetapi tidaklah mengeluarkanmu dari Islam, secara zhohir masih ada pada mereka itu keimanan, namun imannya kurang, bila betul ini ada, maka penafsiran ayat Allah Ta`ala :

"فلا وربك لا يؤمنون."  النساء (75).

Artinya : “Maka demi Rab-mu, mereka pada hakekatnya tidak beriman.” An Nisa (65). Maksudnya : “iman yang sempurna.” (Iklil Al Karaamah : 86).

Telah lewat perkataan As Sa`diy : “Merupakan kezholiman yang sangat besar perbuatan demikian jika memuliakannya dan dosa yang sangat besar juga bila dia melaksanakan tanpa menghalalkan hukum tersebut.”  Dan demikian juga telah lewat pernyataan Al Albani, Ibnu Bazz dan Ibnu `Utsaimin.

Seluruh mereka ini dan selain dari mereka yang tidak kami sebutkan memutuskan bahwa bila seorang hakim berhukum dengan selain hukum Allah baik dikuasai hawa nafsu dan ma`shiyat, senang atau terpaksa, tanpa menentang dan menghalalkan hukum selain hukum Allah itu, maka dia telah mengerjakan sesuatu yang haram atau mengamalkan dosa besar dari sekian banyak dosa dosa besar, sedangkan kekufurannya merupakan kufur ma`shiyat, atau kufur secara amal yang tidak sampai mengeluarkan dia dari Islam sama sekali. Maka tidak ada lagi setelah yang Haq kecuali kesesatan!!!

 

Ketiga : Methode untuk berhukum dengan Hukum Allah `Azza wa Jall (Khususya di negara yang tidak dipraktekan As Syari`at Al Islamiyah).

Apabila Syari`at yang mulia ini betul betul telah mempardhukan dan mewajibkan atas kaum Muslimin untuk berhukum dengan Hukum Allah Jalla Jalaluhu, kemudian Allah Subhana wa Ta`ala benar benar telah menjelaskan sejelas jelasnya  jalan yang lurus yang bisa menyampaikan kepada kebenaran dan mempraktekannya, diterangkan kepada mereka dan dilazimkan untuk mengikutinya, dan tidak diberikan kesempatan sedikitpun kepada aqal manusia yang singkat ini untuk mengutak atiknya atau perasaan perasaan yang mengeraskan hati, yang demikian disebabkan supaya jangan terjadi fitnah dan pertumpahan darah, bahaya bahaya yang menghancurkan.

Sesuatu yang tidak diterima oleh `aqal dimana Nabi Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam sesungguhnya telah mengajarkan kepada ummatnya tata tertib masuk kamar mandi, tata tertib berhubungan suami istri, tata tertib makan dan minum, lalu dia tidak menunjukan jalan buat mereka bagaimana cara menegakkan Din (Agama)-Nya dan berhukum dengan Syari`at-Nya, sementara mereka sangat berhajat sekali kepada hal demikian, kenapa tidak, Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam telah mengabarkan kepada mereka akan terjadi nantinya kerusakan, fitnah, keganjilan dan kesusahan.

قال رسول الله صلىالله عليه وسلم : "لتنقضن عرى الإسلام عروة عروة, فكلما انتقضت عروة, تشبث الناس بالتى تليها, فأولهن نقضا الحكم, وآخرهن الصلاة."

Artinya : “Akan runtuh gantungan Islam itu satu demi satu, setiap runtuh satu gantungan, manusia bergantungan pada gantungan selanjutnya, dan yang paling pertama runtuh adalah Al Hukum, dan yang paling akhir ialah As Sholat.” Hadist Hasan. Dikeluarkan oleh : Ahmad dalam Musnadnya : (5/251), dari jalan yang sama dikeluarkan oleh At Thobraaniy dalam Al Kabir : (8/116), Al Hakim dalam Al Mustadrak : (4/92), Ibnu Hibban juga : (mawaarid/87), dari jalan Al Walid bin Sulaiman berkata : telah menyampaikan hadist pada saya `Abdul `Aziz bin Isma`il bin `Ubaidillah bin Abi Al Muhajir Al Makhzuumiy berkata : telah menghadistkan pada saya Sulaiman bin Habib Al Muharibiy, dari Abi Umamah secara marfu`, dan seluruh rawinya tsiqah selain Sulaiman, dia ini juga tidak apa apa.

Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam telah mengingatkan ummatnya tentang akibat kalau tidak berhukum dengan hukum Allah `Azza wa Jall, yang akibatnya akan menjadikan mereka satu sama lain saling berpecah dan sebahagian atas sebahagian yang lainnya akan menanamkan kebencian, sebagaimana dijelaskan oleh-nya dalam hadist sebagai berikut :

"حتى يكون بعضهم يهلك بعضا, ويسبى بعضهم بعضا. رواه مسلم : (2889), فقال صلىالله عليه وسلم : "ومالم يحكم أئمتهم بكتاب الله إلا ألقى الله بأسهم بينهم."

Artinya : “Sampai sampai sebahagian mereka menghancurkan sebahagian yang lainnya, menawan (dianggap sebagai musuh) sebahagian atas sebahagian lainnya. “ Hadist ini diriwayatkan oleh : Muslim : (2889). Berkata Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam : “Bila pemimpin pemimpin kalian tidak berhukum dengan hukum Allah kecuali Allah Ta`ala akan menanamkan permusuhan diantara kalian satu sama lain.” Hadist Shohih. Diriwayatkan oleh : Ibnu Majah : (4019), Al Hakim : (4/540), Al Baihaqiy, Abu Nu`aim dalam Al Hulyah : (8/333), dan selain mereka, lihat Al Silsilah As Shohihah : (106).

Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam betul betul telah menjelaskan terhadap ummatnya segala sesuatu, dan telah terjadi  yang dikhabarkannya tentang keadaan yang rusak dan fitnah yang menakutkan itu, menimpa sebahagian atas sebahagian lainnya, maka diwajibkan kepada ummat untuk mencari solusi serta cara supaya bisa menerapkan As Syari`ah  Al Islamiyah yang indah dan Ad Din As Samhah ini.

Dari Hudzaifah berkata :

"لقد خطبنا النبى صلىالله عليه وسلم خطبة, ما ترك فيها شيئا إلى قيام الساعة إلا ذكره, علمه من علمه, وجهله من جهله, إن كنت لأرى الشيء قد نسيته, فأعرفه كما يعرف الرجل الرجل إذا غاب عنه فرآه فعرفه."

“Sesungguhnya Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam pernah menyampaikan satu khutbah di hadapan kami, sedikitpun Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam tidak meninggalkan dalam khutbah tentang hal hal yang akan terjadi sampai hari kiamat kecuali telah diterangkan oleh Beliau, berilmulah siapa yang berilmu tentangnya, bodohlah orang orang yang bodoh tentangnya, sesungguhnya saya melihat sesuatu yang saya lupa tentangnya, lantas saya mengetahuinya sebagaimana seorang lelaki mengetahui seseorang yang sudah menghilang darinya, namun bila dia melihatnya dia lalu mengenalnya.” Hadist ini dikeluarkan oleh : Al Bukhariy : (6604), Muslim : (2891) (23), lafadz hadist ini di shohih Al Bukhariy. Berkata Az Dzahabiy dalam As Siyar : (2/366) mengomentari hadist ini : “Sesungguhnya Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam membaguskan perkataan dan menafsirkannya, mungkin kalau ditulis apa apa yang disampaikan beliau dimajlis itu maka akan berbentuk satu kitab, dimana dia telah menyebutkan secara global saja, kalau seandainya dia menerangkan apa yang ada di `alam ini sudah tentu tidak akan cukup dia mengatakan satu tahun bahkan tahunan, maka pikirkanlah ini.”

 
:: Kembali ke Depan :: Ta'zhim As Sunnah - Pekanbaru :: Ke Index Artikel ::