:: Hukum Sembelihan Menurut Al Kitab dan As Sunnah (2) ::

Ustadz Dzul Akmal, LC

 

Bab kedua

 

Ahkaamul udhhiyyah (Hukum hukum yang berhubungan dengan sembelihan)

 

Pembahasan pertama : Hukum qurban.

 

Memotong hewan qurban itu merupakan wajib dan difardhukan bagi setiap muslim yang baligh dan muqim (tetap dinegerinya) bukan musaafir, bukan juga seseorang yang kemampuan itu dipaksakan atasnya sehigga dia melalaikan hajat hajatnya yang utama. Dalil dalil yang menunjukan tentang ini akan kami tampilkan dari Al Kitab (Al Quran dan As Sunnah.

 

Pertama :  Perkataan Allah Subhaana wa Ta`ala :

 

(فصل لربك وانحر). الكوثر (2).

 

Artinya : Maka dirikan sholat karena Rab-mu dan berqurbanlah. Al Kautsar (2). Maksudnya ; sembelihlah pada hari raya qurban tersebut. Riwayat ini diriwayatkan oleh : `Ali bin Abi Tholhah, dari Ibnu `Abbaas, `Athaa juga berpandangan seperti ini, Mujaahid dan Jumhur `ulama, seperti dijelaskan dalam Zaadut Tajsiir (9/249) oleh Ibnul Jauziy.

 

Kalau ada seseorang berkata : Zhohir ayat ini menunjukan perintah kepada Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam secara muthlaq untuk melaksanakan sholat, dan menyembelih pada hari qurban, agar seluruh amalan ini dia peruntukkan hanya kepada Allah `Azza wa Jall, bukan kepada selain-Nya.

 

Maka jawabannya adalah sebagai berikut : Walaupun kita mengatakan/berpadangan seperti ini, sesungguhnya apa apa yang dijelaskan oleh As Sunnah tentang hal yang muthlaq ini dengan bentuk khusus maka dia dalam segi hukum tergantung kepada Shollallahu `alaihi wa Sallam. Ini nukilan dari Fathul Qadiir oleh Asy Syaukaaniy (5/503).

 

Kedua : Dari Mikhnaf bin Saliim radhiallahu `anhu berkata : Kami wukuf bersama Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam di `Arafah lalu saya mendengar dia berkata :

 

(ياأيها الناس إن على أهل كل بيت فى كل عام أضحية وعتيرة، أتدرون ما العتيرة ؟ هذه التى يقول عنها الناس : رجبية).

 

Artinya : Hai sekalian manusia diwajibkan atas setiap ahli rumah untuk menyembelih satu ekor hewan qurban dan `atiirah setiap tahun, tahukan kalian apa yang dimaksud dengan al `atiirah ? Inilah yang dinamakan oleh manusia: rajabiyyah. Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daawuud, dan selain mereka berdua. Hadist ini hadist hasan sebagaimana yang dijelaskan dalam shohih sunan Abi Daawuud (2/537).

 

Sisi pendalilan dari hadist ini ialah : Atas setiap ahli rumah, artinya diwajibkan atas mereka untuk menyembelih satu ekor hewan qurban. Ini tidak dimansukh-kan  sedangkan al `atiirah hukumnya sudah dimansukh-kan.

 

Al `Atiirah : Sembelihan yang disembelih oleh orang orang jahiliyah pada sepuluh awal dari bulan Rajab. Lihat : Nailul Authaar (5/232) dan Al Irwaa` (1180).

 

Ketiga : Dari Abi Hurairah radhiallahu  `anhu berkata : Berkata Rasulullah Shollallahu `alahi wa Sallam :

 

(من كان له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلانا).

 

Artinya : Barang siapa yang mempunyai kelapangan dalam rezqinya namun dia tidak berqurban maka jangan sekali kali dia mendekati tempat sholat kami (lapangan). Hadist diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Maajah, Al Haakim, dan selain dari mereka. Hadist ini hasan sebagaimana diterangkan dalam shohih sunan Ibnu Maajah oleh Al Albaaniy rahimahullah Ta`ala (2/199).

 

Sisi pendalilan hadist ini : bahwasanya larangan Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam terhadap orang yang mempunyai kemampuan untuk menyembelih hewan qurban akan tetapi dia tidak menyembelihnya, menunjukan bahwa orang tersebut telah meninggalkan sesuatu yang wajib, seolah olah tidak ada paedahnya kalau dia mendekatkan diri pada hari itu sementara dia meninggalkan satu kewajiban. (Nailul Authaar : 5/199).

 

Berkata Al Imam As Sindiy : Bukanlah yang dimaksud disini bahwa keabsahan sholat tergantung dengan qurban, akan tetapi yang demikian itu merupakan saksi bagi dia dengan tertolaknya dari majlis majlis orang orang yang baik, dan ini menunjukan satu amalan yang wajib, Allahu Ta`ala A`lam. Lihat : Haasyiyah As Sindiy terhadap sunan Ibnu Majah (2/271).

 

Keempat :  Dari Jundab bin `Abdullah Al Bajaliy radhiallahu `anhu berkata : Saya telah menyaksikan `iidul Ad Dha/hari raya qurban bersama Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :

 

((من ذبح قبل أن يصلى-نصلى-فليذبح مكانها أخرى)).

 

Artinya : Barang yang siapa yang menyembelih sebelum dia sholat atau sebelum kita sholat- hendaklah dia menyembelih sekali lagi sebagai gantinya. Diriwayatkan oleh Al Bukhariy, Muslim dan selain mereka berdua.

 

Sisi pendalilan dari hadist ini ialah : perintah Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam disini secara zhohir adalah menunjukan kepada wajib, apalagi diiringi dengan perintah mengulang untuk menyembelih kembali. Lihat : As Sailul Jaraar (4/74), oleh As Syaukaaniy.

 

Kelima : Dari Jaabir bin `Abdullah radhiallahu `anhuma berkata :

 

((…. فأمر النبى صلىالله عليه وسلم من كان نحر قبله أن يعيد بنحر آخر….))

 

Artinya : “….. Kemudian Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam memerintahkan kepada orang orang yang menyembelih sebelum sholat hendaklah ia menyembelih sembelihan lain lagi sebagai gantinya…” Hadits diriwayatkan oleh Muslim.

 

Keenam : Dari Anas radhiallahu `anhu berkata : berkata Rasulullahu Shollallahu `alaihi wa Sallam :

 

((من كان ذبح قبل الصلاة فليعد)).

 

Artinya : Barang siapa yang menyembelih sebelum sholat hendaklah dia ganti sembelihannya. Hadits diriwayatkan oleh Al Bukhariy dan Muslim.

 

Sisi pendalilan pada hadits ini adalah : sama dengan hadits yang ke-empat.

 

Faedah dari pembahasan ini : Yang berpandangan tentang wajibnya qurban terhadap seorang muslim yang baligh dan muqim serta mampu adalah : Al Imam Abu Hanifah, satu perkataan dari Al Imam Maalik dalam satu riwayat, tetapi tidak dia batasi dengan kata kata muqim, satu riwayat juga dari Ahmad, demikian juga nukilan dari Al Auzaa`iy, Rabii`ah, Al Laits, sama dengan riwayat dari Maalik. Dan dalil dalil mereka telah lewat dijelaskan sebelumnya.

 

Adapun pandangan jumhur (kebanyakan) `ulama adalah sunnah muakkadah. Berkata Al Imam Ahmad, dalam satu riwayat yang lain darinya : Dibenci untuk ditinggalkan jika dia mampu, dan dari Muhammad bin Al Hasan, Ini merupakan sunnah tidak diberi keringanan untuk meninggalkannya. Salah satu pandangan dari Al Imam As Syafi`I : Perbuatan ini merupakan bahagian dari fardhu Al Kipaayah. Lihat : Al Fathu, oleh Al Haafidz Ibnu Hajar (10/2), Al Majmuu`, oleh An Nawawiy (8/385).

 

Yang shohih/rojih dalam masalah ini ialah; bahwa hukum qurban adalah wajib atas setiap muslim yang baligh, muqim dan mampu, ini adalah untuk dia dan ahli rumahnya sesuai dengan dalil dalil yang telah lewat. Dan tidak ada dalil yang memalingkan perintah wajib ini kepada yang lain. Akan tetapi kewajiban ini dibatasi dengan yang mempunyai kelapangan, barang siapa yang tidak mempunyai kelapangan maka tidak diwajibkan baginya untuk menyembelih, Allahu A`lam. Lihat : Majmuu`ul Fataawa (23/162-164), As Sailul Jaraar (4/73-76).

 

Dan adapun atas seorang musaafir yang tidak mampu, hanya disunnahkan baginya sebagaimana dijelaskan oleh hadits dari jalan Tsaubaan yang akan datang ini. Berkata Al Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah Ta`ala : Hukum yang shohih mengenai qurban adalah wajib, sesungguhnya ini diantara syi`ar syi`ar Islam yang besar, qurban merupakan ibadat yang umum diseluruh negeri, sebab An Nusuk (sembelihan) digandengkan dengan sholat seperti perkataan Allah Ta`ala :

 

((إن صلاتى ونسكى ومحياى ومماتى لله رب العالمين)).

 

Artinya : Sesungguhnya sholat saya, sembelihan saya, hidup saya, dan mati saya semata mata hanyalah untuk Allah saja.

 

Dan sesungguhnya Allah Ta`ala berkata :

 

((فصل لربك وانحر))

 

Artinya : Sholatlah kamu kepada Rab-mu dan menyembelihlah. Disini Allah Subhaana wa Ta`ala memerintahkan untuk berqurban sebagaimana Dia memerintahkan juga untuk sholat. Dan Allah Subhana wa Ta`ala berkata :

 

أمة جعلنا منسكا ليذكروا اسم الله على ما رزقهم من بهيمة الأنعام فإلهكم إله واحد فله أسلموا وبشر المخبتين)). الحج (34). وقال : ((والبدن جعلناها لكم من شعائر الله لكم فيها خير فاذكروا اسم الله عليها صواف، فإذا وجبت جنوبها فكلوا منها وأطيعوا ((ولكل القانع والمعتر، كذلك سخرناها لكم لعلكم تشكرون. لن ينال الله لحومها ولا دماؤها، ولكن يناله التقوى منكم، كذلك سخرها لكم لتكبروا الله على ما هداكم وبشر المحسنين)). الحج (36-37).

 

Artinya : Dan bagi tiap tiap ummat telah Kami syari`atkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Ilah kalian ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kalian kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang orang yang tunduk patuh kepada Allah. Al Hajj (34). Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta unta itu sebahagian dari syi`ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dari makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukan unta unta itu kepada kalian, mudah mudahan kalian bersyukur. Daging daging unta dan darahnya itu sekali kali tidak dapat mencapai keridhoan Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang orang yang berbuat baik. Al Hajj (36-37).

 

Qurban ini merupakan millah (Din), ajaran Nabi Ibraahim `alaihis Salaam dan kita diperintahkan untuk mengikutinya, dengan tujuan mengingat kembali kisah sembelihannya terhadap anaknya, bagaimana bisa dibolehkan kepada seluruh kaum muslimin untuk meninggalkannya artinya tidak ada satupun kaum muslimin yang mengamalkannya, kalau kaum muslimin secara keseluruhannya meninggalkan ini maka lebih besar mudharatnya daripada meninggalkan haji disebahagian tahun.

 

Dan sesungguhnya ada yang berkata : bahwa haji ini setiap tahun merupakan fardhu kifayah, karena ia merupakan syi`ar Islam, demikian juga mengenai sembelihan, bahkan sembelihan ini dilaksanakan disetiap pelosok negeri di penjuru dunia, sampai sampai sembelihan ini selalu bergandengan pelaksanaannya dengan sholat, ini menampakan ibadah kepada Allah dan mengingat-Nya, sembelihan dipersembahkan  untuknya demikian juga qurban, apa yang nampak dihari sembelihan tidak nampak ketika pelaksanaan haji, sebagaimana juga nampak dzikir dan bertakbir kepada Allah di hari hari `iid, dan telah diperjelas oleh hadits hadits dari Nabi kita Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam yang menunjukan perintah terhadap kaum muslimin yang mampu. Telah datang juga keterangan dalam madzhab Al Imam Ahmad tentang wajib hukumnya, satu pandangan di madzhab Abi Hanifah dan Maalik, bahkan dzhohirnya pandangan Al Imam Maalik demikian juga.

 

Adapun yang berpandangan tidak wajibnya hukum qurban tersebut mereka tidak mempunyai dalil, pegangan mereka hanya perkataan Shollallahu `alaihi wa Sallam :

 

((من أراد أن يضحى ودخل العشر، فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره)).

 

Artinya : Barang siapa yang ingin berqurban, dan telah masuk sepuluh awal dari bulan dzulhijjah, maka jangan dia menggunting rambut dan kuku kukunya. Mereka berkata : kewajiban tidak tergantung dengan keinginan, ini merupakan perkataan yang global !!, sesungguhnya kewajiban itu diwakilkan kepada keinginan seorang hamba itu, dikatakan : kalau kamu ingin kerjakanlah, kadang kadang kewajiban itu tergantung kepada syarat untuk menjelaskan satu hukum dari sekian banyak hukum, seperti perkataan Allah Ta`ala :

 

((إذا قمتم إلى الصلاة فاغسلوا)). المائدة (6).

Artinya : Apabila kalian ingin mendirikan sholat maka cucilah. Al Maaidah (6). Dan sebenarnya ada kata kata yang disembunyikan disini; apabila kalian ingin mendirikan, demikian juga ditempat yang lain seperti: apabila kamu ingin membaca Al Quran maka berlindung kepada Allah, bersuci itu merupakan kewajiban, dan membaca Al Faatihah dalam sholat juga wajib, seperti yang dikatakan oleh Allah :

 

((إن هو إلا ذكر للعالمين لمن شاء منكم أن يستقيم)). التكوير (27-28).

 

Artinya : Al Quran itu tidak lain tidak bukan ialah peringatan bagi semesta alam, yaitu bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. At Takwiir (27-28). Keinginan untuk istiqomah itu adalah wajib.

 

Dan juga perlu diketahui bahwa kewajiban itu bukan dipikulkan atas tiap pribadi, akan tetapi hanya kepada orang yang mampu, dialah yang diwajibkan untuk berqurban, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :

 

((من أراد الحج فليتعجل، فإنه قد تضل الضالة، وتعرض الحاجة)).

 

Artinya : Barang siapa yang ingin melaksanakan haji hendaklah segera dia tunaikan, sebab kadang kadang dia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya dan tidak tahu juga dia akan kebutuhan yang mendesaknya. Dan haji adalah diwajibkan atas orang yang mampu juga, seperti perkataan :

 

((من أراد أن يضحى))

 

Artinya : Siapapun yang ingin berqurban. Sama dengan :

 

((من أراد الحج فليتعجل)).

 

Artinya : Siapapun yang ingin melaksanakan haji hendaklah dia laksanakan secepatnya. Kewajiban haji pada sa`at yang demikian tergantung pada syarat mampu dia untuk melaksanakannya, lebih diutamakan dari kebutuhannya yang pokok, seperti perkataan : shodaqatul fitri. (Majmuu`ul Fataawa, 23/162-164).

 

Apabila dikatakan : Sesungguhnya tidak ada riwayat dari satu orang shahabatpun yang menunjukan tentang wajibnya qurban tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hazam di Al Muhallaa : Bahkan Abu Bakar, `Umar radhiallahu `anhuma tidak berqurban karena merasa takut orang orang akan mengikuti mereka nantinya, diriwayatkan oleh Al Baihaqiy, atsar ini shohih sebagaiman diterangkan oleh As Syaikh Al Albaaniy dalam Irwaaul Ghalil (4/no.1139) dan diriwayatkan juga oleh Al Baihaqiy dari jalan Abi Mas`uud Al Anshoriy, radhiallahu `anhu berkata : Sebenarnya saya meninggalkan qurban, walaupun saya mampu, saya merasa takut nanti tetangga saya melihat ini lalu diikuti olehnya sebagai satu kewajiban, berkata As Syaikh Al Baaniy dalam Irwaaul Ghaliil (4/355) : Sanad hadits ini shohih juga. Dan seterusnya.

 

Kalau hukum qurban ini adalah wajib kenapa para shahabat meninggalkannya ? jawabannya ialah : seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah rahimahullahu Ta`ala- berkata : Boleh diqurbankan satu ekor kambing untuk satu rumah- baik isteri dan anak anaknya, dan orang orang yang bersamanya sebagaimana yang telah dilakukan oleh para shahabat. Adapun yang dinukil dari sebahagian shahabat dimana mereka tidak melaksanakan qurban bahkan mereka hanya membeli daging saja. Sesungguhnya ini merupakan masalah yang dipertikaikan dikalangan shahabat sebagaimana juga mereka ikhtilaf dalam masalah `umrah.

 

Mungkin saja yang tidak melaksanakan qurban pada masa itu adalah orang yang tidak memiliki kelapangan, atau tujuannya ialah dalam rangka menghinakan orang orang yang kaya pada masa tersebut berqurban dipersembahkan kepada selain Allah Ta`ala, atau ketika mereka tidak berqurban pada tahun itu dalam rangka pelecehan terhadap mereka tadi, jadi ditinggalkannya kewajiban itu demi kemashlahatan yang jelas. Sebagaimana dikatakan oleh Shollallahu `alaihi wa Sallam :

 

((لقد هممت أن آمر بالصلاة فتقام، ثم أنطلق معى برجال معهم حزم حطب إلى قوم لا يشهدون الصلاة، فأحرق عليهم بيوتهم بالنار، لو لا ما فى البيوت من النساء والذرية)).

 

Artinya : Saya sangat berkeinginan sekali memerintahkan agar sholat didirikan, kemudian saya berangkat bersama kaum laki laki yang membawa kayu bakar menuju ke rumah orang orang yang tidak menyaksikan sholat berjamaa`ah, akan saya bakar rumah rumah mereka dengan api, kalaulah tidak dikarenakan keberadaan kaum wanita dan anak anak sudah saya bakar rumah rumah tersebut.

 

Hampir hampir beliau meninggalkan Jum`ah dan Jamaa`ah yang wajib disebabkan memberikan `iqab kepada yang meninggalkan Jamaa`ah tersebut, sesungguhnya ini merupakan bagian dari bab jihad yang sempit waktunya, maka lebih didahulukan dari Jum`ah dan Jamaa`ah.

 

Kalau seandainya seorang pemimpin-seperti pekerja sebagai amar ma`ruuf nahi munkar dan selainnya terlambat dari menunaikan Jamaa`ah disebahagian waktu dalam rangka memperhatikan dan melihat siapa yang tidak sholat berjamaa`ah maka boleh dia memberikan sangsi padanya. Ini merupakan sebahagian dari `udzur yang dibolehkan untuk meninggalkan jamaa`ah, karena menghukum orang yang meninggalkan jamaa`ah tersebut merupakan kewajiban yang tidak mungkin dilakukan kecuali dengan cara ini, dan Nabi Shollallau `alaihi wa Sallam telah menjelaskan pada kita bahwa tidak disebabkan kaum wanita dan anak anak sudah dia bakar rumah rumah dan seisinya, akan tetapi di dalamnya ada orang orang yang tidak diwajibkan atasnya Jum`at dan Jamaa`ah seperti para wanita dan anak anak, tidak boleh dihukum mereka ini, sebagaiman seorang perempuan yang hamil dari perbuatan zina tidak dirajam dia sampai dia melahirkan sebab membunuh janin yang ada dalam perutnya tidak boleh, (seperti qishah Al Ghamidiyah). Lihat Majmuu`l Fataawa (23/164-165).

 

:: Kembali ke Depan :: Ta'zhim As Sunnah - Pekanbaru :: Ke Index Artikel ::