:: Ibn Baz dan Fatwa ::

Ustadz Dzul Akmal, LC

 

“Telah pergi seorang ‘Ulama Besar

IBNU BAZ Rahimahullahu Ta’ala”

 

Telah wafat Al Imam Al ‘Allaamah ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz Rahimahullahu Ta’ala, Mufti besar Kerajaan Saudi Arabia, Pimpinan Kibarul ‘Ulama dan Idaratul buhuust al ilmiyah dan Majlis Fatwa pada subuh hari Kamis yang lalu, dengan umur mendekati 90 tahun setelah beliau menikmati kehidupan yang panjang, serta dihabiskannya untuk khidmat terhadap Islam dan Muslimin.

 

Beliau dikebumikan di Makkah Al Mukarramah setelah disholatkan jenazahnya di Al Haram As Syariif, juga didirikan sholat ghaib di Masjid An Nabawi serta seluruh Masjid di Saudi Arabia.

 

As Syaikh Ibnu Baz merupakan kelompok Fuqaha dan Muhaditsin yang menonjol sekali, merupakan para ‘Ulama Mujtahidin yang telah dilahirkan oleh Negara Saudi pada dekade terakhir ini, beliau sangat faqar sekali dalam Fiqhi Hanabilah, akan tetapi dikenal sebagai seorang ‘Alim yang tidak fanatis (taklid) terhadap mazhab tersebut, beliau selalu berjalan di atas dalil walaupun menyelisihi mazhab Hanabilah.

 

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin ‘Abdir Rahman bin Muhammad bin ‘Abdillah bin Baz dilahirkan dikalangan keluarga yang berkecimpung dibidang pertanian dan perdagangan, dan mulai menuntut  ‘ilmu di Riyadl pada bulan dzul hijjah 1333 H, dan telah hafal Al quran sebelum beliau baligh, di Riyadl beliau mempelajari ‘ilmu dari para Masyayikh salafiyiin diantaranya : Syaikh Muhammad bin ‘Abdul latif aali As Syaikh, Syaikh Sholih bin ‘Abdul ‘Aziz aali As Syaikh, Syaikh Sa’ad bin Muhammad bin ‘Atiq, Syaikh Muhammad bin Faris, Syaikh Sa’ad Waqaadl Al Bukhari, beliau mempelajari ilmu tajwid dari Syaikh Sa’ad ini di Makkah Al Mukarramah, dan Al Mufti Syaikh Muhammad bin Ibrahim aali As Syaikh.

 

Beliau menjabat sebagai Qodli di kota Al Kharaj merupakan kota tetangga dengan kota Riyadl lebih kurang 14 tahun, kemudian pindah mengajar kebeberapa Ma’had dan Kuliyah kuliyah pada tahun 1372 H, ditempat tersebut beliau mengajarkan Al Fiqhi, At Tauhid, dan Ah Hadist di Fakultas Syari’ah, kemudian beliau menjabat sebagai wakil pimpinan Al Jami’ah Al Islamiyah di Al Madinah An Nabawiyah pada tahun 1381 H, setelah itu menjadi pimpinan umum pada Idarah Al Buhust Al Ilmiyah wa Al Ifta’ (Daarul Ifta’) wa Al Da’wah wa Al Irsyad sederajat dengan kedudukan Menteri, dan juga sebagai pimpinan di Haiatul Kibarul ‘Ulama, lalu terakhir jabatan beliau adalah : Mufti Umum di Kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1414 H,  sampai akhir hayat beliau.

 

Syaikh mempunyai karangan karangan yang masyhur dikalangan ummat; diantaranya :

1.  Al Fawaid al Jaliyah fi Al Mabahist Al Fardliyah

2.  Taudlihul Manasik

3.  Risalah fi Nikah As Syighar

4.  Al Jawab Al Mufiid fi Ahkami At Tashwir

5.  Al Aqidah As Shohiha wama yudloduha

6.  Ad Dawa ilallah

7.  Wujubul Amal bi Sunnatir Rasul Shollallahu alaihi wa Sallam

8.  Risalatani mujazatani fi Az Zakah wa As Shiyam

9.  Risalah fi At Tabarruj wa Al Hijab

Dan selainnya dari tulisan tulisan yang banyak sekali apalagi kalau digabungkan dengan Fatwa fatwa beliau.

Beliau memulai hari harinya dengan melaksanakan sholat subuh berjamaah bersama sama dengan sebahagian anak anaknya serta orang orang yang menemani beliau dari kalangan orang orang yang mempunyai hajat, kemudian beliau meneruskan pelajaran pelajaran ilmiyah selesai sholat tersebut, dimana para penuntut ilmu membacakan beberapa kitab di hadapan beliau, kadang kadang beliau mensyarahkan yang perlu disyarahkan dari kitab tersebut, diantara yang disyarahkan oleh beliau adalah kitab Fathul Majid.

 

Sedangkan di kantornya, beliau sangat disibukan oleh pekerjaan pekerjaan diantaranya, persoalan persoalan ummat baik dari segi muamalat muamalat dan fatwa fatwa serta menerima telepon yang datang dari berbagai dunia dengan tujuan meminta saran saran dan fatwa fatwa serta urusan urusan yang sangat penting sekali untuk mereka ketahui.

 

Selesai sholat Maghrib biasanya Syaikh Rahimahullahu Ta’ala menerima siapapun yang datang kepadanya untuk menunaikan segala macam hajat mereka baik tentang masaalah agama dan dunia, kemudian dilanjutkan memberikan pelajaran diantara adzan dan iqomah sholat ‘isya.

 

Syaikh Rahimahullahu Ta’ala sangat senang sekali melaksanakan puasa senin dan kamis setiap pekannya dalam rangka mengamalkan hadist Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, dan setiap harinya beliau juga tidak ketinggalan untuk mendengarkan berita berita dan kejadian kejadian yang penting yang dibacakan salah seorang dari Mustasyarnya dihadapan beliau.

 

Syaikh Bin Baz sangat dikenal tentang ketawadluannya dan kezuhudannya di dalam hidup ini, sampai sampai beliau tidak pernah meminta seorang pelayan yang resmi untuk menggiringnya dan menemaninya, dan juga beliau sangat senang sekali menerima tamu tamu yang datang dari tempat tempat yang jauh dirumahnya serta tinggal berberapa hari di rumahnya, demikian juga beliau sering mensyahadatkan orang orang yang mau masuk islam di rumahnya lebih kurang lima orang setiap bulannya.

 

Syaikh Rahimahullahu Ta’ala sering berpergian ke Thoif pada musim panas (libur musim panas), dia pindahkan pelajaran pelajaran yang sering dia sampaikan kesana, sebagaimana halnya beliau juga tidak pernah ketinggalan untuk melaksanakan haji setiap tahunnya serta menjawab pertanyaan pertanyaan yang berhubungan dengan manasik haji dan lain lainnya.

 

Syaikh pada awal awal kehidupannya adalah mempunyai penglihatan yang baik sekali, akan tetapi pada tahun 1347 H beliau ditimpa dengan penyakit mata yang sangat lemah sekali sampai beliau kehilangan kedua matanya pada tahun 1350 H (ditimpa kebutaan); beliau pernah berkata : “ Saya meminta kepada Allah untuk mengganti kedua mata saya ini dengan penglihatan mata hati yang tajam di dunia ini serta memberikan pada saya balasan yang baik nanti di akhirat.”

 

Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang sangat luas, dan meliputinya dengan rahmaNya yang luas, kemudian menempatkan beliau di sorgaNya yang luas, Amin !!

 

ولا حولا ولا قوة إلا بالله.

 

 

FATAAWA SYAIKH IBNU BAZ RAHIMAHULLAH TA’ALA.

 

 

 

HUKUM MENDAPATKAN TASYAHUD PADA SHOLAT JUM’AT.

 

 Tanya : Apabila seseorang mendapatkan tasyahud bersama Imam diwaktu sholat Jum’at, apakah dia hanya menyempurnakan Jum’at saja atau dluhur?? Tolong diberi kami jawaban yang jelas semoga Allah Ta’ala memberkatimu.

 

Jawab: Bila seorang muslim mendapatkan satu raka’at dari sholat jum’at, hendaklah dia menyempurnakan raka’at yang ketinggalan, ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam : “Barang siapa yang mendapatkan satu raka’at dari pada sholat berarti dia telah mendapatkan sholat tersebut.” Hadist dikeluarkan oleh Imam Muslim di shohihnya. Dan perkataan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang lain : “Siapapun yang medapatkan satu raka’at dari sholat jum’at dan selain dari sholat jum’at, hendaklah dia menyempurnakan raka’at yang ketinggalan, maka sholatnya dianggap setelah itu sempurna.” Hadist diriwayatkan oleh Imam An Nasaai, Ibnu Majah, Ad Daaruqutni, dan lafadz hadist ini disunannya, dan sanad hadist ini shohih sebagaimana disebutkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya “Bulugul maram,” dari hadist hadist ini diketahui bahwa siapapun yang mendapatkan kurang dari yang demikian (kurang dari tasyahud)hendaklah dia menyempurnakan sholat dluhur, semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq kepada kita seluruhnya.

 

 

MEMBANTU  PARA MUJAHIDIN LEBIH AFDLOL.

 

Terjadi diatara saya dengan berberapa orang teman teman saya perdebatan berkisar, dimana kami sama sama berniat untuk melaksanakan ‘umrah pada akhir bulan Ramadlan, namun perlu diketahui bahwa saya dengan salah seorang teman saya sangat sering melaksanakan ‘umrah sebelumnya, pada akhirnya teman saya ini memutuskan untuk tidak berangkat ‘umrah, dengan maksud bahwa seluruh biaya yang akan dipergunakan untuk ‘umrah tersebut akan di sedeqahkan kepada para mujahidin di jalan Allah Ta’ala di Afghanistan, dan dia mengatakan bahwa ini lebih besar keutamaannya daripada berangkat ‘umrah.

 

Soal : Kami sangat mengharapkan sekali dari Syaikh jawaban yang dapat memberikan paedah kepada kami, mana yang lebih baik; apakah seseorang tersebut melaksanakan ‘umrah, sementara dia telah sering melaksanakan ‘umrah sebelumnya, atau dia menginfakan seluruh dana ‘umrah itu sebagai jihad di jalan Allah Ta’ala kepada para mujahidin di Afghanistan??

 

Jawab : Yang lebih afdlol bagi siapapun yang sudah melaksanakan haji dan ‘umrah, hendaklah dia menginfakan dana yang akan dia pergunakan untuk melaksanakan haji dan ‘umrah itu kepada para mujahidin di jalan Allah, seperti para mujahidin di Afghanistan, karena jihad disyari’atkan itu lebih afdlol daripada haji dan ‘umrah yang nilainya sunnah (tatauwu’), sesuai dengan perkataan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam ketika beliau ditanya tentang;”amalan mana yang lebih afdlol? Beliau menjawab :”Beriman dengan Allah dan RasulNya,” kemudian apa lagi? Jawab beliau :”jihad dijalan Allah,” lalu apa lagi? Kata beliau :”Haji yang mabrur.” Hadist diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Muslim, disepakati keshohihannya.

 

 

HUKUM KELUARNYA SEORANG WANITA DENGAN SOPIR.

 

Soal : Apakah boleh bagi seorang wanita keluar rumah bersama dengan sopir, dengan jarak perjalanan sangat pendek (masih dalam lingkungan kota itu, dalam mobil itu hanya dia saja dan sopir), perlu juga diketahui bahwa jalan jalan sangat ramai dengan kendaraan dan manusia ?

 

Jawab : Tidak dibenarkan bagi seorang wanita keluar sendirian bersama sopir yang bukan mahramnya, bahkan diwajibkan baginya keberadaan orang yang ketiga di dalam mobil itu supaya gugur hukum khalwat (menyendirinya seorang laki laki dengan seorang wanita yang bukan mahramnya), sebagaimana sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam; “Jangan sekali kali menyendiri seorang laki laki dengan seorang wanita yang bukan mahramnya, sebab yang ketiga dari mereka adalah syaithon.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang shohih dari jalan ‘Umar Radliallahu ‘anhu.

 

Soal : Apabila seseorang mendapatkan satu rakaat dari sholat subuh atau sholat apapun tentang sholat jahriah, apakah diwajibkan juga atasnya untuk menjaharkan rakaatnya yang ketinggalan itu??

 

Jawab : Tidak diwajibkan atasnya untuk menjaharkan rakaat yang ketinggalan tersebut, akan tetapi dibolehkan saja baginya untuk melakukannya, yang penting jangan sampai mengganggu orang orang yang sedang sholat dan berdzikir di sekitarnya.

 

Siapapun yang sholat bersama orang mukim wajib bagi dia untuk menyempurnakan bersama mereka.

 

Soal :Telah berangkat 3 orang pemuda untuk melaksanakan ‘umrah, sewaktu masuk waktu sholat dluhur mereka masuk ke masjid untuk melaksanakan sholat dluhur, akan tetapi salah seorang dari mereka mengqoshor sholatnya kemudian dia keluar, sedangkan imam tidak mengqoshor sholatnya; bagaimana hukum sholat orang yang mengqoshor itu ??

 

Jawab : Apabila yang mengqoshor sholat tersebut adalah seorang yang musafir, bukan penduduk dari tempat dia miqat, dan dia berangkat ‘umrah bukan bersama imam tersebut, bahkan dia sholat sendirian maka sholat adalah sah, namun dia berdosa karena meninggalkan sholat jama’ah, akan tetapi jika dia sholat bersama imam yang mukim, sesungguhnya diwajibkan bagi dia untuk menyempurnkan sholatnya bersama imam itu, walaupun dia seorang yang musafir, dan diwajibkan atasnya untuk mengulangi sholat yang diqishornya bersama imam tersebut secara sempurna bukan qoshor; sebagaimana telah datang keterangan yang demikian dari Ibnu ‘Abbas Radliallahu ‘anhuma bahwa yang demikian adalah “Sunnah,” sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Muslim di kitab shohihnya.

 

Soal : Seorang Ustadz mempunyai ilmu yang lumayan  pernah dimintai fatwa oleh mahasiswanya, akantetapi dia bukanlah orang yang ahli dalam memberikan fatwa, namun dia sering mendengar jawaban sebahagian ‘Ulama yang dipercaya tentang masaalah yang sama, lalu bolehkah baginya untuk menjawab pertanyaan dari mahasiswanya itu dengan jawaban tersebut atau harus dia menyandarkan keterangan atau jawaban tersebut kepada yang memberi fatwa itu ???

 

Jawab : Apabila seseorang yang  bukan  ahli dalam memberi fatwa ditanya, namun dia hafal fatwa fatwa ‘Ulama yang diakui, tidak ada salahnya bagi dia untuk menjawabnya dengan tidak menyandarkan jawaban itu kepada dia, bahkan dia katakan : “Saya mendengar Fulan berfatwa/berkata begini, apabila hafal dan tidak ragu dalam hafalannya. Allahu ‘alam.

 

:: Kembali ke Depan :: Ta'zhim As Sunnah - Pekanbaru :: Ke Index Artikel ::