:: Tatacara Menyambut Bulan Ramadhan (2) ::

Ustadz Dzul Akmal, LC

 

Kedelapan : Ar Rayyaan disediakan untuk yang berpuasa saja.

 

Dari Sahl bin Sa`ad radhiallahu `anhu, dari Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :

 

((إن فى الجنة بابا يقال له : الريان، يدخل منه الصائمون يوم القيامة، لا يدخل منه أحد غيرهم فإذا دخلوا أغلق، فلم يدخل منه أحد, فإذا دخل آخرهم أغلق، ومن دخل شرب، ومن شرب لم يظمأ أبدا ))

Artinya : Sesungguhnya di jannah ada sebuah pintu dinamakan Ar Rayyaan, yang akan masuk ke dalamnya hanya orang yang berpuasa saja, tidak akan masuk ke dalamnya selain dari mereka, apabila orang orang yang berpuasa itu sudah masuk lalu pintunya akan ditutup, tidak akan ada lagi yang masuk setelah itu, dalam lafadz lain : apabila telah masuk orang yang paling terakhir dari orang  orang yang berpuasa itu lantas pintunya ditutup, setiap yang masuk akan minum, dan barang siapa yang sudah minum dia tidak akan haus selama lamanya. Hadits dikeluarkan oleh : Al Bukhariy (4/95), Muslim (1152) dan tambahan hadits yang terakhir dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam shohihnya (1903).

 

        Kaum muslimin rahimakumullah ! sebelum kita melangkah untuk menjelaskan tentang tata cara menyambut bulan Ramadhan alangkah baiknya kami jelaskan dulu masalah masalah sebagai berikut :

1.  Syarat sahnya atau diterimanya satu `amalan  disisi Allah Ta`ala. 

2.  Bagaimana Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan para shahabat-nya menyambut bulan suci ini??

3.  Bagaimana cara kebanyakan masyarakat dalam menyambutnya??

4.  Hadits hadist palsu, lemah mengenai keutamaan Ramadhan yang menyebar dikalangan masyarakat.

 

1.   Syarat sahnya atau diterimanya satu `amalan disisi Allah Ta`ala.

    Kaum muslimin hadaakumullah ! Seorang muslim yang betul betul muslim adalah yang mengetahui tujuan hidupnya di dunia ini, untuk apa dia diciptakan ? kemana tujuan akhir dari hidupnya tersebut? dan apa yang sudah dipersiapkan olehnya untuk menghadapi tujuan itu ?

Kaum muslimin rahimakumullah ! Allah `Azza wa Jall telah menjelaskan kepada hamba-Nya secara gamblang dan jelas sekali bahwa Dia menciptakan kita ini adalah semata mata untuk ber-ibadat kepada-Nya. Sebagai tertera dalam ayat-Nya :

((وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون)). الذاريات (56).

Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk ber-ibadat kepada-Ku. Ad Dzaariyaat (56).

 

Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah Ta`ala menjelaskan kepada kita tentang difinisi ibadat, beliau berkata : Al Ibadat ialah : Penamaan yang sangat luas sekali dan mencakup kepada apa apa yang dicintai dan diredhoi oleh Allah Ta`ala baik dari segi perkataan (ucapan) dan `amalan yang nampak dan yang tidak nampak, kemudian berlepas diri dari segala bentuk bentuk `amalan yang bertentangan dengannya.  Lihat kitab Al `Ubudiyyah hal. 4. (nukilan dari kitab A`laamus Sunnah Al Mansyuurah hal. 32, oleh Al Imam Al Haafidz Al Hakamiy.

Para jama`ah Jum`at yang dimuliakan Allah ! Adapun syarat ibadat atau amalan diterima oleh Allah Ta`ala sebagaimana yang telah diterangkan oleh para `ulam Ahlus Sunnah wal Jama`ala (Salafus Sholih) ada dua syarat :

 

1.    Ikhlaasun Niyyah. (Niyat yang ikhlaas).

2.     Al Mutaaba`ah/Al Muwaafaqoh (mengikuti/sesuai) dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan di`amalkan oleh para shahabat-Nya radhiallahu `anhum.

 

1. Hendaknya `amalan itu betul-betul ikhlas

        Al Imam Al Haafidz Al Hakamiy memberikan difinisi tentang ikhlaasun niyyah ini sebagai berikut : Hendaknya tujuan dari seorang hamba itu dalam seluruh perkataan dan amalannya baik yang nampak ataupun tidak semata mata hanya untuk mencari keridhoan Allah Ta`ala saja bukan ada tendensi yang lainnya.  Seperti yang dijelaskan oleh-Nya :

 

((وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء)). البينة (5).

Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya ber-ibadat kepada Allah denan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam menjalankan Din (Agama) yang lurus. Al Baiyyinah (5).

 

((وما لأحد عنده من نعمة تجزى، إلا ابتغاء وجه ربه الأعلى)). الليل (19-20)

 

Artinya : Padahal tidak ada seorangpun memberikan nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi dia memberikan itu semata mata untuk mencari keridhoan Rab-nya Yang Maha Tinggi. Al Lail (19-20).

 

((إنما نطعمكم لوحه الله لا نريد منكم جزاء ولا شكورا)). الإنسان (9).

Artinya : Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhoan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula ucapan syukur. Al Insaan (9).

 

((من كان يريد حرث الأخرة نزده له فى خرثه ومن كان يريد حرث الدنيا نؤته منها وما له فى الآخرة من نصيب)). الشورى (20).

 

Artinya : Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebahagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat nanti. As Syuuraa (20).

 

((من كان يريد الخياة الدنيا وزينتها نوف إليهم أعمالهم فيها وهم فيها لا يبخسون))، أولئك الذين ليس لهم فى الأخرة إلا النار وحبط ما صنعوا فيها وباطل ما كانوا يعملون)). هود (15-16).

 

Artinya : Barangsiapa yang meng-inginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami akan berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia sialah apa yang telah mereka kerjakan. Huud (15-16).  Lihat : A`laamus Sunnah Al Mansyuurah hal. 34, oleh Al Hakamiy.

 

Di dalam ayat yang lain Allah Subhaana wa Ta`ala menegaskan juga :

((قل إن صلاتى ونسكى ومحياى ومماتى لله رب العالمين، لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين)). الأنعام (162-163).

Artinya : Katakanlah : Sesungguhnya sholatku, nusuk (sembeliha)-ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rab semesta `alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama tama menyerahkan diri secara total kepada Allah. Al An`am (162-163).

 

        Kaum muslimin rahimakumullah ! Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dalam satu hadits yang shohih juga telah menjelaskan kepada kita tentang penting peranan niat dalam ber-`amal ini. Sebenarnya kalau seorang muslim yang benar benar mau menta`ati Rab-nya dengan segala peribadatan yang diwajibkan dan dianjurkan kepadanya sudah tentu dia harus memenuhi syarat yang pertama ini dalam `amalannya, sebab inilah sebenarnya makna dari rukun syahadat yang pertama yaitu : Laa ilaaha Illallahu.

 

((عن أمير المؤمنين أبى حفص عمر بن الخطاب- رضىالله عنه قال : سمعت رسول الله صلىالله عليه وسلم يقول : "إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه)).

Artinya : Dari Amiril mu`minin Abi Hafsh `Umar bin Al Khatthaab radhiallahu `anhu berkata ; saya telah mendengar Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata : Sesungguhnya `amalan amalan itu tergantung kepada niat dan sesungguhnya setiap manusia itu apa yang dia niatkan, barang siapa hijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya dinilai kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya untuk mencari kepentingan dunia atau semata mata hanya ingin menikahi seorang wanita maka hijrahnya dinilai kepada apa yang dia niatkan tadi. Hadits diriwayatkan oleh  Al Bukhaariy dan Muslim.

 

        Ma`syaral muslimin rahikumullah ! tentu timbul pertanyaan di benak kita, kenapa ikhlaas itu merupakan makna dari syahadat yang pertama ? Kaum muslim yang dimuliakan Allah Ta`ala; kalau kita melihat kepada kalimatut Tauhiid yaitu :

 

((لا إله إلا الله)) معناها ((لا معبود بحق إلا الله)).

 Laa Ilaaha Illallahu, dengan makna yang sebenarnya ialah : Tidak ada yang berhaq untuk di-ibadati kecuali Allah saja, maka ketika seseorang yang sudah mengucapkan kalimat ini, apakah dia baru masuk ke dalam Din Islam atau dia sebagai seorang muslim, seketika itu berarti dia sudah bersumpah, berjanji, ber-ikrar kepada Allah `Azza wa Jall bahwa dia akan meng-ikhlaaskan seluruh keta`atan (ibadat) nya semata mata hanya untuk Allah Subhaana wa Ta`ala saja, dengan menafi (meniada)kan seluruh peribadatan selain kepada Allah Ta`ala, serta berlepas diri dari As Syirk, Al Bid`ah, Al Khuraafat dan selainnya yang merupakan lawan dari Kalimatut Tauhiid ini.

 

Allah Subhaana wa Ta`ala berkata :

 

((لا إكراه فى الدين قد تبين الرشد من الغى فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها والله سميع عليم)). البقرة (256)

Artinya : Tidak ada paksaan untuk memasuki Din Islam; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaaghuut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang sangat kuat dan tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Al Baqarah (256). Thaaghuut ialah apa saja yang diibadati selain daripada Allah.

 

2.  Hendaknya `amalan itu betul betul sesuai dengan As Sunnah (cara Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam).

 

Makna inilah yang terkandung dari hadist Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam yaitu :

 

((من عمل عملا ليس عليه أمرنا؛ فهو رد)).

 

Artinya : Barang siapa yang mengamalkan satu `amalan yang tidak ada contoh daripada Kami maka `amalan itu tertolak (tidak diterima). Kebenaran yang dituntut dari seorang hamba untuk merealisasikannya di dalam segala bentuk `amalan dan perkataan perkataan dia seluruhnya. Hadits ini diriwayatkan oleh :

Berkata Syaikh Al Albaaniy rahimahullah Ta`ala : Hadits ini merupakan satu qaedah dari qaedah qaedah Islam, dan ini juga contoh dari jawaami`u perkataan Shollallahu `alaihi wa Sallam; kemudian hadits ini sangat jelas sekali sebagai bantahan dan membatalkan seluruh bid`ah bid`ah dan urusan urusan baru dalam Islam ini. Irwaaul Ghaliil (no. 88). (Nukilan dari kitab Ilmu Ushulul Bida`, hal. 27, oleh Syaikh `Ali Hasan.

        Hadits ini dan hadits Al A`maalu Binniyyaat adalah hadits yang sangat mulia dan besar sekali kedudukannya dalam Islam, baik dari sisi ushulnya dan cabang cabangnya, baik secara zhohirnya dan secara bathinnya.

Hadits Innamal A`maalu Binniyyaat……. Acuan bagi `amalan `amalan secara bathin, sedangkan hadits Man `Amila `amalan. Acuan terhadap seluruh `amalan yang berbentuk zhohir.

        Al Ikhlaas ditujukan kepada Allah Ta`ala, sedangkan Al Mutaba`ah (mengikuti) ditujukan kepada Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam, yang kedua duanya ini merupakan syarat atas setiap bentuk `amalan baik secara zhohir dan bathin.

Barangsiapa yang meng-ikhlaskan `amalannya semata mata hanya untuk Allah, lalu dia cocokan `amalannya dengan cara Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam, `amalannya baru akan diterima disisi Allah Ta`ala, sebaliknya siapapun yang tidak memenuhi dua syarat ini atau salah satunya, maka `amalannya akan tertolak.

Makna seperti ini juga yang dinukil dari Al Fudhail bin `Iyyaadh, ketika dia menafsirkan ayat Allah Ta`ala :

 

((ليبلوكم أيكم أحسن عملا)). الملك (2).

Artinya : Dia menguji kalian, siapa diantara kalian yang paling baik `amalannya. Al Muluk (2).

 

        Beliau berkata : Al Ikhlaas dan benar, sesungguhnya satu `amalan apabila ikhlaas di`amalkan namun tidak cocok dengan sunnah Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam tidak akan diterima oleh Allah Ta`ala, demikian juga sebaliknya apabila `amalan itu sesuai dengan sunnah Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam namun tidak Ikhlaas, juga tidak akan diterima, Al Ikhlaas; apabila `amalan itu ditujukan kepada Allah saja, As Showaab; apabila `amalan itu cocok dengan As Sunnah. Lihat : Ilmu Ushulul Bida`, hal. 60-61, oleh Syaikh `Ali Hasan.

        Kaum muslimin rahimakumullah ! Dari ayat yang mulia ini jelas sekali bagi kita, dimana Allah `Azza wa Jall menyebutkan Ahasanu `Amalan, Dia tidak menyebutkan Aktsaru `Amalan, apa yang terkandung pada ayat itu ? Yang terkandung ialah : `Amalan apabila dikerjakan sesuai dengan syarat yang dijelaskan di atas, baru diterima oleh-Nya walaupun `amalan itu sedikit. Demikian juga sebaliknya walaupun `amalan itu banyak di `amalkan, namun tidak sesuai dengan syarat di atas sudah pasti `amalan itu akan tertolak dan tidak diterima oleh Allah `Azza wa Jall, dan dia akan merugi di dunia dan di akhirat sebagaimana dijealaskan oleh-Nya :

 

((قل هل ننبئكم بالاخسرين أعمالا، الذين ضل سعيهم فى الحياة الدنيا وهم يحسبون أنهم يحسنون صنعا)). الكهفى (103-104).

Artinya : Katakanlah : Apakah kalian mau Kami beritahukan tentang orang orang yang merugi dalam `amalanya ? Yaitu orang orang yang telah sia sia `amalannya dalam kehidupan di dunia ini, sementara mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik baiknya. Al Kahfii (103-104).

 

        Dari Sa`iid bin Al Musayyib : Sesungguhnya dia telah melihat seorang laki laki sholat setelah terbit fajar (masuk waktu subuh) lebih dari dua raka`at, dia memperbanyak ruku` dan sujud ketika itu, lantas beliau melarang laki laki tersebut dari perbuatannya itu, kemudian laki laki itu berkata : Ya Aba Muhammad ! apakah Allah akan menyiksa saya karena sholat ini ?! Beliau menjawab : Tidak, akan tetapi Dia akan meng-adzab kamu karena kamu menyelisihi As Sunnah (cara Rasul) Shollallahu `alaihi wa Sallam. Diriwayatkan oleh : Al Baihaqiy dalam As Sunan Al Kubraa (2/466), Al Khathiib Al Baghdaadiy dalam Al Faqiih wal Mutafaqqih (1/147), `Abdur Razaaq (3/52), Ad Daarimiy (1/116), Ibnu Nasher (hal. 84) dengan sanad yang shohih.

        Berkata As Syaikh Al Albaaniy rahimahullahu T`ala : Ini merupakan jawaban yang sangat indah sekali dari Sa`iid bin Al Musayyib rahimahullahu Ta`ala, dan ini merupakan senjata yang sangat kuat dan ampuh atas ahli Al Bid`ah, dimana mereka menganggap anggap baik dari `amalan `amalan bid`ah yang banyak dengan meng-atasnamakan dzikir dan sholat !! Kemudian mereka mengingkari orang Ahlis Sunnah ketika mereka meng-ingkari perbuatan itu, dengan cara memfitnah dan menuduh orang orang Ahlis Sunnah adalah orang orang yang mengingkari dzikir dan sholat !! Sesungguhnya orang orang Ahlis Sunnah itu hanya meng-ingkari perbuatan mereka yang menyelisihi Sunnah (cara Rasul) Shollallahu `alaihi wa Sallam baik itu sholat atau dzikir atau selainnya dari bentuk per-ibadatan yang ada.

        Dari Sufyaan bin `Uyaiyyinah; berkata : Saya mendengar Al Imam Malik bin Anas, ketika itu dia didatangi oleh seorang laki laki dan berkata : Ya Aba `Abdillah ! dari mana saya harus memulai ihram saya ? beliau menjawab : Dari Dzulhulaifah, dari sekira kira Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam memulai ihramnya. Lantas dia bertanya lagi : sesungguhnya saya ingin memulai ihram itu dari Al Masjid (Al Masjid An Nabawiy) dan dari sisi qubur. Al Imam Malik menjawab : Jangan kamu lakukan; sesungguhnya saya takut sekali kamu akan ditimpa oleh fitnah. Dia berkata lagi : Fitnah apa yang akan menimpa saya ??!! Cuma beberapa mil saya tambah !! Berkata Imam Malik : Fitnah apa yang lebih besar lagi, dimana kamu memandang bahwa kamu telah mendahului Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam akan satu keutamaan sedangkan Dia lalai dari keutamaan itu ??   Sesungguhnya saya telah mendengar Allah berkata :

 

((فليحذر الذين يخالفون عن أمره أن تصيبهم فتنة أو يصيبهم عذاب أليم)). النور (63)

Artinya : Maka hendaklah orang orang yang menyalahi/menyelisihi perintah Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam takut akan ditimpa oleh fitnah atau ditimpa oleh `adzab yang pedih. An Nuur (63). Lihat : Ilmu Ushulul Bida`, hal. 71-72, oleh As Syaikh `Ali Hasan.

        Kaum muslimin yang dimuliakan Allah Ta`ala ! Ada satu kaedah dalam peribadatan ini yang mungkin kebanyakan kita tidak mengetahuinya atau mengetahuinya akan tetapi pura pura lupa dan tidak peduli dengan kaedah tersebut; kaedah itu adalah : Ahkaamut Tark (Hukum hukum yang berhubungan dengan hal hal yang wajib untuk ditinggalkan).

        Sudah merupakan ketetapan dikalangan ahli ilmu bahwa : setiap `amalan/ibadat yang diamalkan namun tidak disyari`atkan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam kepada kita melalui perkataannya, dan Dia (Rasul) Shollallahu `alaihi wa Sallam juga tidak mendekatkan Dirinya kepada Allah Ta`ala dengan amalan itu, maka sudah tentu amalan tersebut menyelisihi Sunnah (cara Rasul) Shollallahu `alaihi wa Sallam.

 

Karena As Sunnah terbagi dua :

1.  Sunnatun fi`liyyah (sunnah yang dikerjakan/diamalkan)

2.  Sunnatun tarkiyyah (sunnah yang wajib untuk ditinggalkan).

 

        Apapun jenis amalan/ibadat yang telah ditinggalkan oleh Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam, merupakan Sunnah juga untuk ditinggalkan.

        Tidakkah kaum muslimin memperhatikan bahwa adzan ketika sholat `iid (`iidul Fitri dan `iidul Adh-ha) dan ketika selesai penguburan mayat, membaca tahlilan, membaca surah Yasin dan lain sebagainya, yang kesemuanya ini merupakan dzikir dan peng-agungan kepada Allah `Azza wa Jall, tetapi tidak dibolehkan bagi kita untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta`ala dengan amalan amalan itu, yang demikian itu disebabkan karena Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam telah meninggalkannya, maka sudah tentu wajib juga bagi kita untuk meninggalkannya.

 

        Pemahaman seperti ini betul telah dipahami oleh seluruh shahabat Nabi Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam sehingga sering sekali kita saksikan banyaknya peringatan dari mereka terhadap bahayanya amalan amalan bid`ah baik secara umum atau khusus, sebagaimana yang sering kita baca dalam riwayat riwayat dari mereka.

        Untuk lebih memperjelas lagi tentang kaedah dari Sunnatun tarkiyyah ini kita lihat perkataan Syaikh `Ali Hasan berkata : Sandaran dari kaedah ini diambil istimbat dalilnya dari berbagai dalil diantaranya : hadits tiga orang yang datang kepada Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam; sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malim radhiallahu `anhu berkata :

 

((جاء ثلاثة رهط إلى بيوت أزواج النبى صلىالله عليه وسلم، يسألون عن عبادة النبى صلىالله عليه وسلم؟ فلما أخبروا بها، كأنهم تقالوا: وأين نحن من النبى صلىالله عليه وسلم ؟ قد غفر الله له ما تقدم من ذنبه وما تأخر (!) : قال أحدهم : أما أنا؛ فأنا أصلى الليل أبدا ! وقال آخر : أنا أصوم الدهر ولا أفطر ! وقال آخر : أنا أعتزل النساء فلا أتزوج أبدا ! فجاء رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : أنتم الذين قلتم كذا كذا ؟! أما والله؛ إنى لأخشاكم لله، وأتقاكم له، لكنى أصوم وأفطر، وأرقد، وأتزوج النساء، فمن رغب عن سنتى؛ فليس منى)).

Artinya : Telah datang tiga ahli ibadah ke rumah isteri isteri Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam, menanyakan tentang ibadah Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam? Ketika dikhabarkan kepada mereka tentang ibadat-nya Shollallahu `alaihi wa Sallam seolah olah mereka bertanya tanya tentang ibadat mereka, mereka berkata : bagaimana kita bisa menandingi Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam? Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang ! : berkata salah seorang dari mereka : adapun saya; saya sholat sepanjang malam terus menerus ! dan berkata yang satu lagi : saya berpuasa sepanjang masa dan tidak pernah batal ! dan berkata yang ketiga dari mereka : saya menjauhi kaum wanita dan tidak menikah selama lamanya ! Lalu datang Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam, berkata : Kaliankah yang berkata begini begini ?! Adapun selanjutnya demi Allah; sesungguhnya saya ini adalah orang yang paling takut diantara kalian kepada Allah, dan paling taqwa, namun saya berpuasa dan saya berbuka, saya sholat malam dan saya tidur, dan saya juga menikahi kaum wanita, maka barang siapa yang tidak menyenangi sunnah (cara) saya, maka dia tidak termasuk dalam kelompok saya. Hadist ini diriwayatkan oleh : Al Bukhariy (5063), Muslim (1401); dari jalan Anas bin Maalik.

 

        Hadits yang mulia ini telah menjelaskan kepada kita dengan sejelas jelasnya tentang usaha dari tiga orang ahli ibadah yang telah berusaha untuk mendirikan dan mengamalkan ibadah yang hukum asholnya disyari`atkan oleh Allah, namun cara mengerjakan yang demikian tidak pernah diamalkan oleh Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam.

 

Hukum ashol puasa itu merupakan sangat disenangi.

Hukum ashol mendirikan sholat malam sangat disunnahkan.

Hukum menjaga diri dari perbuatan maksiat adalah sangat dituntut.

 

Akan tetapi; takala cara dan sifat ibadat ibadat yang dikerjakan oleh tiga orang ahli ibadat tersebut ditinggalkan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam, beliau tidak mempraktekkannya, juga tidak ada dalilnya; maka dia mengingkari dan membantah amalan mereka itu. Lihat : Ilmu Ushulul Bida` hal. 107-108.

 

Berkata Al Haafidz Ibnu Rajab dalam kitabnya : Fadhlu `Ilmus Salaf hal. 31, ditahqiq oleh As Syaikh `Ali Hasan : Adapun hal hal yang disepakati oleh kaum Salaf untuk ditinggalkan, maka tidak boleh untuk diamalkan, karena mereka tidaklah meninggalkannya kecuali berdasarkan ilmu oleh karena itu tidak diamalkan sama sekali.

 

Sesempurna mengikuti As Sunnah adalah dengan cara meninggalkan apa apa yang sudah ditinggalkan oleh Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam, mengamalkan apa apa yang sudah diamalkan olehnya `alaihis Sholaatu was Sallaam, jika tidak akan terbuka pintu pintu bid`ah dalam beramal; kita berlindung dari Allah `Azza wa Jalla.

 

Kaum muslimin rahimakumullah ! Jadi kesimpulan dari pembahasan di atas ialah : Apa saja jenis amal ibadat yang hendak kita lakukan, maka sebelum kita meng-amalkannya hendaklah kita pertanyakan terlebih dahulu; apakah `amalan itu ada di-amalkan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam atau tidak ? Dan adakah di-amalkan juga oleh para shahabat beliau ? Kalau ada di-amalkan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan para shahabatnya, sudah tentu kita akan mengamalkannya juga, kalau tidak, wajib bagi kita untuk tidak meng-amalkannya.

 
:: Kembali ke Depan :: Ta'zhim As Sunnah - Pekanbaru :: Ke Index Artikel ::