:: As Siyasah As Syar'iyah (2) ::

Ustadz Dzul Akmal, LC

 

KEDUA : MENDENGAR DAN THA`AT YANG DIATUR OLEH UNDANG UNDANG.

 

1. Telah ijma` Ahlis Sunnah wal Jama`ah dalam mewajibkan mendengar dan tha`at kepada Wali Al Amri dan orang orang yang   diberi tanggung jawab  untuk merancang undang undang dan peraturan peraturan dengan tidak menyelisihi nash nash Syari`at ini, seperti yang disenyalir oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dalam satu hadistnya.

(فلا طاعة فى المعصية, إنما الطاعة فى المعروف).

Artinya : “Tidak keta`atan dalam ma`shiyat, sesungguhnya keta`atan itu dalam hal yang ma`ruf saja.”

 Hadist ini dikeluarkan oleh : Al Bukhariy (7257), Muslim (1840), berkata Al Qurthubiy di dalam Al Mufhim : (4/14), yang dimaksud dengan yang ma`ruf disini adalah : “bukan yang munkar dan bukan ma`shiyat, termasuk di dalamnya keta`atan keta`atan yang diwajibkan, hal hal yang dianjurkan dan perintah perintah yang dibolehkan menurut syari`at ini, walaupun perintah yang dibolehkan, namun menta`ati dia merupakan satu kewajiban dan tidak dibolehkan untuk menyelisihinya.

Dalil yang paling jelas dalam masalah ta`at ini adalah ayat Al Umara` di dalam Al Quran seperti yang diterangkan oleh Allah Ta`ala :

(ياأيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولى الأمر منكم فإن تنازعتم فى شىء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا) النساء : (59)

Artinya : “Hai orang orang yang ber-iman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika terjadi perbedaan pendapat diantara kalian tentang sesuatu, maka kembalikanlah penyelesaiannya kepada Allah (Al Quran) dan Rasul ( As Sunnah), jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. An Nisa` (59).

Demikian juga hadist Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam dari jalan `Abdullah bin `Umar, dari Nabi Shollallahu `alaih wa Sallam berkata dia :

(على المرء المسلم السمع والطاعة, فيما أحب وكره, إلا أن يؤمر بمعصية, فإن أمر بمعصية, فلا سمع ولا طاعة)

Artinya : “Wajib bagi setiap Muslim untuk mendengarkan dan ta`at terhadap apa apa yang dia senangi dan dia benci (apa apa yang sesuai atau  menyelisihi keinginannnya), kecuali kalau dia diperintahkan dalam hal maksiat, jika diperintahkan terhadap maksiat, maka tidak ada kewajibana bagi dia untuk mendengarkan atau menta`atinya.”

Hadist ini diriwayatkan oleh : Al Bukhari (7144), Muslim (1839).

Hadist dari jalan `Ali bin Abi Tholib Radliallahu `anhu, dari Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :

(لا طاعة لبشر فى معصية الله-جل وعلا-)

Artinya : “Tidak ada keta`atan kepada manusia (makhluq) dalam ma`shiat kepada Allah Jalla wa `Ala.”

Hadist ini hadist shohih, dikeluarkan oleh Ibnu Hibban: (10/430), dan Abu Ya`la: (279).

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu Ta`ala : “Sesungguhnya mereka (Ahli As Sunnah wa Al Jama`ah) tidak membolehkan untuk menta`ati Al Imam (pemimpin) dalam segala hal yang diperintahkannya, bahkan tidak diwajibkan untuk menta`atinya kecuali dalam hal hal yang memang disuruh oleh Syari`at ini, tidak boleh ta`at dalam hal maksiat kepada Allah, walaupun dia seorang Imam (pemimpin) yang `adil, namun bila dia memerintahkan untuk ta`at kepada Allah maka hendaklah dita`ati, seperti perintah untuk mendirikan Sholat, menunaikan Zakat, Bersedeqah, berlaku `Adil, menunaikan Ibadah Haji, Jihad fi Sabilillah, yang ini keseluruhannya sebenarnya dalam rangka menta`ati Allah Jalla Jalaluhu.

Adapun pemimpin yang Kafir atau Fasiq bila memerintahkan untuk menta`ati Allah tidak diharamkan untuk menta`atinya, tidak gugur kewajiban untuk menta`ati pemimpin yang Fasiq itu, seperti kalau dia berbicara dalam masalah yang haq tidak boleh untuk didustakan, dan tidak gugur kewajiban untuk mengikuti yang haq tersebut walaupun yang mengatakannya orang yang Fasiq.” (Minhaj As Sunnah : 3/387).

“Dan jangan dipahami bahwa apabila dia memerintahkan tentang satu maksiat lantas tidak didengar sama sekali setiap apapun yang diperintahkannya, sebaliknya diperintahkan untuk mendengarkan dan menta`ati secara mutlaq kecuali dalam hal yang maksiat kepada Allah tidak boleh didengarkan dan dita`ati.” (Tahdziib Ar Riyasah wa Tartiib as Siyasah, oleh Al Qal`I : hal. 113-114), (Mu`amalah Al Hukkam fi Dlu`I Al Quran wa As Sunnah : 117), oleh As Syaikh Al Fadlil `Abdus Salam bin Berjes Ali `Abdul Karim- semoga Allah menjaganya dan memberi mamfa`at dengan kaum Muslimin- saya (Syaikh Khalid) telah banyak mengambil mamfa`at dari nukilan nukilan dan faedah beliau- Jazahullahu khairal Jaza`.

“Diwajibkan kepada rakyat untuk menta`ati ulil amri (pemimpin) …… kecuali bila mereka memerintahkan kepada maksiat, bila mereka menyuruh untuk maksiat kepada Allah, maka tidak ada keta`atan kepada makhluk dalam hal maksiat kepada Khaliq (Pencipta), apabila mereka bertikai dalam satu masalah kembalikan penyelesaiannya kepada Al Quran dan As Sunnah Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam, kalau seandainya para pemimpin tersebut tidak mengindahkannya, maka mereka hanya dita`ati bila memerintahkan untuk menta`ati Allah saja, demikian itu merupakan realisasi keta`atan kepada Allah Ta`ala dan Rasul-Nya Shollallahu `alaihi wa Sallam, dan telah ditunaikan hak hak mereka sebagaimana yang telah diperintah oleh Allah dan Rasul-Nya `Alaihi wa Sallam.” (As Siyasah As Syar`iah: 4-5).

 

2. Mendengarkan dan menta`ati para pemimpin dan orang orang yang diberi tanggung jawab dalam pemerintahan, bukan hanya kadang kadang dita`ati kadang kadang tidak, tetapi keta`atan itu selama lamanya, baik diwaktu senang atau susah, diwaktu redlo atau tidak, dalam hal hal dibenci/berat jiwa untuk menerimanya dan selainnya.

Berkata Syaikh Al Islam : “Adapun ahli Al Ilmu dan Ad Din serta yang mempunyai keutamaan dalam Din ini tidak pernah memberikan keringanan kepada seseorang untuk mengerjakan apa apa yang dilarang oleh Allah seperti maksiat kepada para pemimpin, berbuat curang atau keluar dari menta`ati mereka sedikitpun, inilah yang diketahui dari kebiasaan Ahli As Sunnah dan Ad Din dari dahulu sampai sekarang.” (Majmu` Al Fataawa, oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiah: 35/12).

Dalilnya adalah hadist dari jalan Abu Hurairah Radliallahu `anhu berkata : berkata Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :

(عليك السمع والطاعة, فى عسرك ويسرك, ومنشطك ومكرهك, وأثرة عليك).

Artinya : “Diwajibkan atas kamu untuk mendengarkan dan menta`ati, baik dalam kesusahan dan kemudahan, baik dalam hal disenangi atau dibenci, diwajibkan atas kamu ta`at kepadanya sampai sampai dalam hal dunia.” Hadist ini dikeluarkan oleh Muslim (1836).

Yang dimaksud oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam tentang hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al Imam Al Qurthubiy : “Bahwasanya menta`ati pemimpin adalah wajib dalam segala keadaan, apakah yang diperintahkan oleh dia itu sesuai dengan keinginan manusia dan hawanya atau menyelisihi… sampai sampai pemimpin itu mengambil hartanya bukan harta selainnya, bahkan lebih daripada itu, karena Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata kepada Hudzaifah Radliallahu `anhu :

(فاسمع وأطع,وإن ضرب ظهرك, وأخذ مالك).

Artinya : “Dengarkan dan ta`atilah, walaupun dia memukul punggung kamu dan mengambil hartamu.” Al Mufhim : (4/36-37), dan hadist yang disebutkan dalam kitab ini dikeluarkan oleh Muslim (1847).

Dari Anas bin Malik Radliallahu `anhu berkata : berkata Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :

(اسمعوا وأطيعوا, وإن استعمل عليكم عبد حبشى كأن رأسه زبيبة).

Artinya : “Dengarkan dan ta`atilah oleh kalian, walaupun dia (pemimpin) itu menggunakan atas kalian seorang budak Habasyi yang mempunyai kecacatan dikepalanya.” Hadist ini dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari (7142).

 

1.                   Wajib menta`ati para pemimpin dan orang orang yang diberi kepercayaan dalam tubuh pemerintahan, walaupun mereka melalaikan hak hak rakyat, sebab maksiat terhadap mereka diharamkan menurut hak Allah Ta`ala, Syari` yang Mulia ini tidak membolehkan kepada rakyat untuk membalas apa apa yang telah diperbuat oleh para pemimpin itu terhadap mereka,  tidak dibatasi kecuali dalam hal yang ma`ruf dan batasan batasan yang disanggupi saja, ini merupakan kesempurnaan Hikmah dan Mashlahah.

Berkata Syaikul Islam Ibnu Taimiah rahimahullahu Ta`ala : “Tidak dibolehkan bagi seseorang untuk membalas kedustaan orang yang berdusta terhadapnya, dan tidak dibenarkan juga untuk melakukan perbuatan kotor terhadap orang berbuat kekejian terhadap keluarganya, bahkan kalau ada orang yang menuduh dia melakukan liwat tidak dibolehkan bagi dia untuk membalas tuduhan itu dengan tuduhan yang sama… karena ini diharamkan berdasarkan hak Allah Ta`ala, kalau ada seorang nashrani mencela Nabi kita Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam tidak dibenarkan bagi kita untuk membalas celaan itu dengan mencela Al Masih (`Isa ibnu Maryam `Alaihi wa Sallam), demikian juga bila seorang Ar Rafidlah apabila dia mengkafirkan Abu Bakar dan `Umar Radliallahu `anhuma lalu kita balas dengan mengkafirkan `Ali Radliallahu `anhu, ini tidak dibolehkan.” (Minhaj As Sunnah oleh Syaikul Islam: 5/244). Demikian juga dengan para pemimpin muslim kalau mereka berbuat aniaya, berbuat dzolim atau tidak menunaikan hak hak kita, maka tidak dibenarkan bagi kita untuk tidak mendengarkan dan menta`atinya.

Dari `Alqamah bin Waail Al Hadlramiy dari bapaknya berkata dia : Salamah bin Yazid Al Ju`fiy bertanya kepada Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam; Ya Nabiyallah ! bagaimana pandanganmu bila para pemimpin menuntut dari kami hak hak mereka, sementara mereka melalaikan hak hak kami, maka apa yang kamu perintahkan kepada kami ??, lantas Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berpaling darinya, kemudian dia bertanya lagi, Rasulullah berpaling kembali, kemudian dia bertanya lagi untuk kedua atau ketiga kalinya?, tiba tiba Al Asy`ab bin Qeis menariknya, dan berkatalah Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :

(اسمعوا وأطيعوا, فإنما عليهم ما حملوا, وعليكم ما حملتم)

Artinya : “Dengarkan dan ta`atilah oleh kalian para pemimpin itu, sesungguhnya bagi mereka apa yang telah mereka perbuat dan bagi kalian apa yang telah kalian usahakan!” Hadist ini diriwayatkan oleh Muslim (1846), dan makna hadist ini sebagaimana yang dijelaskan oleh An Nawawiy : “Artinya bagi mereka (para pemimpin) tersebut  diwajibkan untuk menegakkan ke`adilan dan menunaikan hak rakyatnya, kalau mereka tidak menunaikan atau melalaikannya maka atas mereka ada dosa dan kesudahan yang tak baik, adapun kalian diwajibkan atas kalian untuk mendengarkan dan menta`ati mereka serta menunaikan hak hak mereka, kalau kalian sudah menunaikannya Allah Ta`ala akan membalas amalan kaliantersebut dengan sebaik baik balasan.”

Berkata Al Imam Al Qurthubiy di dalam “Al Mufhim” (4/55) : “Maksudnya bahwasanya Allah Subhana wa Ta`ala telah mewajibkan atas para pemimpin untuk berlaku `adil dan melaksanakan kepemimpinannya dengan sebaik baiknya, kemudian Allah memberikan hak mereka adalah untuk dita`ati dan dinasehati dengan sebaik baiknya, bila para pemimpin itu berbuat dosa atau tidak menunaikan hak hak rakyat mereka dengan baik maka Allah yang akan menghisabnya, lantas jangan kita mendurhakai Allah Ta`ala gara gara perbuatan mereka itu, yang penting kita tunaikan hak hak mereka, Insya Allah; Allah  akan membalas amalan setiap pribadi dari dua kelompok itu.”

(وعن حذيفة بن اليمان- رضى الله عنهما- قال : قلت: يا رسول الله, إنا كنا بشر, فجاء الله بخير, فنحن فيه, فهل من وراء هذا الخير شر ؟؟ قال : "نعم" قلت : هل وراء ذلك الشر خير؟؟ قال : "نعم" قلت : فهل وراء الخير شر ؟ قال : "نعم", قلت : كيف؟ قال : يكون بعدى أئمة, لا يهتدون بهدى, ولا يستنون بسنتى, وسيقوم فيهم رجال قلوبهم قلوب الشياطين فى جثمان إنس). قال: كيف أصنع يا رسول الله إن أدركت ذلك؟؟ قال : "تسمع وتطيع للأمير, وإن ضرب ظهرك, وإن أخذ مالك, فاسمع وأطع."

Artinya : Dari Hudzaifah bin Al Yaman Radliallahu `anhuma berkata : “Saya berkata pada Rasul, Ya Rasulullah sesungguhnya kami pernah berada dalam kejelekan, lalu Allah mendatangkan kepada kami kebaikan lantas kami mengikuti kebaikan itu, apakah setelah kebaikan ini akan ada kejelekan??? Rasulullah menjawab : “Betul”, saya bertanya lagi : apakah setelah kejelekan tersebut ada lagi kebaikan?? Rasulullah menjawab : “Betul”, saya bertanya lagi : apakah setelah kebaikan itu ada lagi kejelekan?? Kata Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam : “Benar”, saya kembali berkata : bagaimana bentuknya Ya Rasulullah?? Rasulullah menjawab : “Akan ada setelah saya nanti para pemimpin, mereka tidak berpetunjuk dengan petunjuk saya, tidak berjalan dengan Sunnah Saya, akan ada diantara mereka itu orang  orang yang hati mereka sama dengan hati syayathin yang berada di dalam jasad manusia.” Hudzaifah kembali melanjutkan pertanyaannya :  apa yang harus saya lakukan Ya Rasulullah kalau seandainya saya menemukan hal yang demikian?? Rasulullah menjawab : “Kamu dengarkan dan ta`atilah pemimpin itu, walaupun dia memukul punggungmu, mengambil hartamu, dengarkan dan ta`atilah!” Hadist ini diriwayatkan oleh : Al Imam Muslim (1847).

Hadist ini merupakan hadist yang sangat lengkap dari sekian hadist hadist menerangkan dalam bab ini, sekira kira Nabi Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam telah mensifatkan tentang pemimpin pemimpin dimana mereka tidak berjalan di atas petunjuk dan Sunnah Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam, itu merupakan puncak kesesatan dan kerusakan, puncak dari ketegelinciran dan kehancuran, mereka tidak berjalan di atas petunjuk Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam baik untuk mereka sendiri, keluarga dan rakyatnya…. Walaupun demikian Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam masih tetap memerintahkan untuk menta`ati mereka asal jangan dalam maksiat kepada Allah Ta`ala, sebagaimana dijelaskan di dalam hadist yang lainnya- sampai sampai walaupun mereka memukul punggung dan merampas harta kamu, dan jangan hal demikian membuat kamu meninggalkan keta`atan dan tidak mendengarkan perintah perintah mereka, sesungguhnya dosa itu ditanggung oleh mereka, dan akan diperhitungkan dan dibalas nanti dihari Akhirat.

Seandainya hawa nafsu menggiringmu untuk menyelisihi perintah Allah Yang Maha Bijaksana serta syari`at yang mulia ini, jangan kamu dengarkan dan ta`ati amir kamu itu, sebab kamu akan terjatuh ke dalam dosa dan kehancuran.

Perintah Nabawi ini merupakan sesempurna dan seadil adil perintah yang sudah dijelaskan oleh Din Islam, apabila yang dipukul itu tidak mendengarkan dan ta`at demikian juga yang lainnya, akan terjadilah kerusakan dan kehancuran baik dalam Din (Agama) maupun Dunia, terjadilah kekacauan dalam urusan urusan ini, lalu akan mencakup kezholiman itu keseluruh rakyat bahkan akan lebih parah daripa demikian, oleh karena itu akan hilang keadilan dari negeri itu, dan terjadilah kerusakan yang akan menimpa seluruhnya.

Sementara kalau yang dizholimi itu sabar dan mengharapkan balasan dari Allah Ta`ala, memohon kepadaNya jalan keluarnya, lalu dia mendengarkan dan ta`at pada amirnya, maka akan tegaklah kemashlahatan kemashlahatan dan tidak akan hancur, juga haknya tidak akan hilang disisi Allah Subhana wa Ta`ala akan menggantinya dengan yang lebih baik atau diberikan oleh Nya nanti di Akhirat sebagai balasannya.

Ini merupakan bentuk sisi sisi yang sangat baik dari Syari`at ini, dimana syari`at ini tidak terikat dengan mendengarkan dan keta`atan terhadap keadilan para pemimpin, kalau seandainya terikat akan terjadilah di dunia ini kekacauan, segala puji bagi Allah atas lemah lembutnya Dia terhadap hamba hambanya. (Mu`amalah Al Hukkam hal. 120).

Pembahasan ini diperjelas lagi oleh hadist Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dari jalan `Auf bin Malik Radliallahu `anhu, Rasulullah berkata :

"خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم, ويصلون عليكم وتصلون عليهم, وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم, وتلعنونهم ويلعنونكم." قيل يا رسول الله ! أفلا ننابذهم بالسيف؟ فقال : "لا ما أقاموا فيكم الصلاة, وإذا رأيتم من ولاتكم شيئا تكرهونه, فاكرهوا عمله, ولا تنزعوا يدا من طاعة."

Artinya : “Sebaik baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian, kalian mendo`akan kebajikan buat mereka dan mereka demikian juga, sebaliknya sejelek jelek pemimpin  kalian adalah kalian membencinya dan mereka juga membenci kalian, lalu kalian melaknat mereka dan mereka juga melaknat kalian.” Kemudian ditanyakan kepada Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam; Ya Rasulullah ! Bolehkah kami memerangi mereka dengan pedang ? jawab Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam : “Tidak selagi mereka mendirikan sholat dihadapan kalian, dan apabila kalian melihat sesuatu yang dibenci pada pemimpin pemimpin kalian, bencilah amalanya, dan jangan sekali kali kalian melepaskan keta`atan terhadap mereka itu.” Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (1855).

 

2.  Wajib mendengarkan dan ta`at kepada para pemimpin dan orang orang yang diberi wewenang dalam pemerintahan, walaupun mereka fasiq, durhaka, berbuat dosa dan zholim.

Dalilnya ialah : Hadist dari jalan `Adi bin Hatim Radliallahu `anhu berkata :

"قلنا يا رسول الله : لا نسألك عن طاعة من اتقى, ولكن من فعل و فعل _ فذكر الشر_ فقال : "اتقوا الله واسمعوا وأطيعوا."

Artinya : Ya Rasulullah ! kami tidak menanyakan kepadamu keta`atan terhadap orang yang Taqwa, akan tetapi tentang orang orang yang melakukan dan mengamalkan begini, lalu dia menyebutkan kejelekan- Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam menjawab: “Taqwalah kepada Allah ! dengarkan dan ta`atilah !” Hadist ini dikeluarkan oleh : Ibnu Abi `Ashim di “As Sunnah” (2/508) dan berkata Syaik Al Albani rahimahullahu Ta`ala; hadist shohih.

Berkata Ibnu Abi Al `Izz Al Hanafi : “Adapun wajibnya menta`ati mereka walaupun mereka berbuat aniaya, sebab kalau keluar dari menta`atinya akan terjadi kerusakan kerusakan yang berlipat ganda melebihi dari perbuatan mereka, bahkan kalau sabar dari perbuatan aniayanya, kesabaran itu akan menjadi penebus dari kesalahan kesalahan dan akan mendapatkan pahala berlipat ganda dari Allah `Azza wa Jall.”  (Syarh Al `Aqidah At Thohawiyah 2/543).

 

3.  Wajib ta`at kepada pemimpin (hakim) muslim dalam masalah yang berhubungan dengan yang mubah (dibolehkan) serta ada mashlahat padanya.

`Umar Radliallahu `anhu pernah melarang sahabat sahabat yang utama untuk keluar dari Al Madinah An Nabawiyah, `Utsman bin `Affan pernah memerintahkan Abu Dzarr ke luar dari negeri Syam, lalu tinggal di Al Madinah, lantas Abu Dzarr minta izin kepadanya untuk ke luar ke “Ar Rabdzah” kemudian `Utsman mengizinkannya, “bahkan kalau dia memerintahkan susuatu yang dibolehkan maka menta`atinya adalah wajib, dan tidak boleh menyelisihinya.” (Al Mufhim 4/41). Kalau dia memerintahkan sesuatu yang wajib dari kewajiban kewajiban yang bisa dipilih antara dua, atau dia melazimkan atas sebahagian orang untuk mengamalkan wajib al Kifayah maka harus ta`at padanya, ini merupakan perintah yang Syari` serta wajib dita`ati.” (Iklil Al Karamah Fi Tibyan Maqashidi Al Imamah hal. 74).

 

4. Kewajiban menta`ati pemimpin dalam hal yang ma`ruf serta mengamalkan rukun rukun Islam penyebab untuk masuk jannah Allah Ta`ala.

Diriwayatkan oleh Abu Umamah Radliallahu `anhu berkata dia :

"سمعت رسول الله صلىالله عليه و سلم وخطبنا فى حجة الوداع, وهو على ناقته الجدعاء, فقال : "أيها الناس!" فقال رجل فى آخر الناس : ما تقول أو ما تريد؟ فقال : "ألا تسمعون": "إنه لا نبى بعدى,ولا أمة بعدكم, ألا فاعبدوا ربكم, وصلوا خمسكم, وصوموا شهركم, وأدوا زكاة أموالكم, طيبة بها أنفسكم, وأطيعوا أمراءكم تدخلوا جنة ربكم."

Artinya : Saya telah mendengar Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam ketika sedang berkhutbah di Haji Al Wada` ketika dia duduk di atas ontanya yang pontong hidungnya, lalu dia berkata: “Hai seluruh manusia!!” lantas berkata seorang laki laki yang duduk dipaling akhir shof; apa yang kamu katakan dan inginkan ya Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam! Rasul menjawab : “Dengarkanlah oleh kalian ! sesungguhnya tidak ada Nabi setelah saya ini, tidak ada ummat lagi setelah ummat ini, beribadatlah kepada Rab kalian! Sholatlah lima waktu, puasalah dibulan Ramadlan, tunaikanlah zakat harta kalian, sebagai pencuci terhadap diri kalian, lalu ta`atilah pemimpin pemimpin kalian, kalian akan masuk jannah Rab kalian dengan selamat.” Hadist ini diriwayatkan oleh : Ahmad (5/251), At Tirmidziy (616), Ibnu Hibban (10/426), Ibnu Abi `Ashim (1095), At Thobraniy (8/181), Al Hakim di Al Mustadrak (1/9).

 

Sungguh sungguh generasi Salaf telah mempraktekkan dasar dasar dari mendengarkan dan ta`at ini dengan praktek yang sangat nyata sekali dalam kehidupan mereka.

1. Dari Zaid bin Wahab berkata : “Takkala `Utsman mengutus utusan kepada Ibnu Mas`ud, memerintahkan dia untuk datang ke Madinah, lantas berkumpul manusia disisi Ibnu Mas`ud mereka berkata : “Tetap disini, Jangan keluar! Kami melarangmu agar agar jangan sampai padamu sesuatu yang kamu benci,”  Ibnu Mas`ud menjawab: ”Sesungguhnya saya harus menta`ati dia, bahwasanya akan terjadi nanti urusan urusan dan fitnah, saya tidak menginginkan saya orang pertama yang membuka pintu fitnah itu,” dia tinggalkan manusia banyak tersebut, kemudian dia keluar menuju ke tempat `Utsman.” (Nuzhatu Al Fudlola` 1/84).

2.  Dari Humaid bin Hilal berkata : Zaid bin Shauwan pernah mendatangi `Utsman lalu dia berkata : “Ya Amirul Mu`munin!, bila kamu menyimpang maka ummatmu akan ikut menyimpang, berlaku `adillah mereka juga akan berlaku `adil,” `Ustman berkata : “Apakah kamu termasuk orang yang mendengarkan dan ta`at??” Jawabnya: “Benar,” kata `Utsman : “Keluarlah ke Syam!” lantas dia meninggalkan istrinya kemudian menta`ati perintah `Utsman. (Nuzhatul Fudhola` 1/307).

3.  Dikatakan kepada Abu Wahab (wafat 344 H) pada suatu malam, “mari ikut bersama kami menziarahi si pulan!”, jawabnya : “Mana ilmunya?, saya mempunyai pemimpin dan ada keta`atan padanya, dia telah melarang untu keluar malam.” (Nuzhatul Fudhola` 2/1140).

4.  Diceritakan : Sesungguhnya Ibnu Abi Laila dan Abu Hanifah pernah terjadi diatara mereka cekcok; Ibnu Abi Laila pernah menjadi hakim (qodhi) di Masjid Al Kufah, dikisahkan suatu hari dia pernah meninggalkan majlisnya, lantas dia mendengar seorang perempuan berkata kepada seorang lelaki : “Hai anak anak zina!”, kemudian dia perintahkan untuk menangkap wanita itu sambil kembali ke majlisnya, selanjutnya dia tegakkan had (hukum) terhadap wanita itu dengan dua kali had, sementara wanita itu dalam keadaan berdiri. Kejadian ini sampai kepada Abu Hanifah berkata dia : “Qodhi telah melakukan enam kesalahan dalam kejadian ini.

 

1.  Kembalinya dia ke majlisnya setelah keluar darinya.

2.  Dia menegakkan had di Masjid, sementara Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam melarang untuk melaksanakan had di Masjid.

3.  Dia memukul perempuan itu dalam keadaan berdiri, sebetulnya wanita dipukul dalam keadaan duduk.

4. Dia memukulnya dengan dua had, sesungguhnya seorang yang menuduh sekelompok orang melakukan zina dengan menggunakan satu kalimat, diwajibkan had padanya satu saja.

5. Kalau diwajibkan juga dua had, jangan dia melakukannya berturut turut, dia pukul pertama kemudian dia tinggalkan sampai hilang dari rasa sakit.

6.  Pelaksanaan had padanya bukan berdasarkan permintaan.

Kritikan Abu Hanifah ini sampai pula kepada Abu Laila, lalu dia berangkat menemui wali Koufah, berkata dia : “Disini ada seorang pemuda bernama Abu Hanifah, dimana dia menentang keputusan keputusan saya, lantas dia berfatwa menyelisihi hukum saya, dan juga dia mencela saya, maka saya menginginkan agar kamu menghukumnya.”Kemudian Amir Koufah mengutus utusan ke tempat Abu Hanifah untuk melarangnya berfatwa.

Diceritakan juga; suatu hari Abu Hanifah berada di rumahnya bersama istrinya, anaknya Hammad dan anak perempuannya, berkata anak perempuannya padanya : “Saya ini sedang puasa lalu keluar dari sela sela gigi saya darah, kemudian saya ludahkan sampai betul betul besih dan kembali seperti biasanya- tidak ada darah sedikitpun, apakah saya batalkan puasa ini jiga saya menelan air liur tersebut?” Abu Hanifah berkata padanya : “Tanya saudara kamu Hammad, sebab Amir telah melarang saya untuk berfatwa.” (As Syuhab Al Lami`ah hal. 69-70).

 
:: Kembali ke Depan :: Ta'zhim As Sunnah - Pekanbaru :: Ke Index Artikel ::