:: As Siyasah As Syar'iyah (3) ::

Ustadz Dzul Akmal, LC

 

Ketiga. Keadilan dan Kesamaan.

Pembahasan ini telah lewat pada topik “Ciri ciri Undang undang As Siyasi dalam Islam.”

 

Keempat. Kebebasan.

Kebebasan ini merupakan sesuatu yang paling penting dalam membentuk kepribadian manusia, Alla Ta`ala telah ciptakan mereka dalam keadaan demikian, ia merupakan pembeda antara manusia dengan seluruh hewan  yang ada. Islam datang untuk menjamin kebebasan pada manusia itu dengan menjaganya dari berbagai bentuk kesia siaan, pemaksaan dan penekanan terhadap yang lainnya.

 

Kebebasan dalam Ber-Din (ber-Agama) dan Ber-I`tiqad (ber-Keyakinan).

Islam telah menjelaskan kebebasan ber-Agama ini dalam ayat yang shorih sekali :

"لا إكراه فى الدين قد تبين الرشد من الغى". البقرة:256.

Artinya : “Tidak ada paksaan untuk memasuki Din Islam; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” Al Baqarah:256.

Pasukan Islam (para Mujahidin) ketika mereka menaklukan negeri negeri yang sudah banyak penduduknya pada awal awal fajrul Islam, tidak pernah kita dapati dalam sejarah mereka memaksakan kepada penduduk negeri itu untuk masuk ke dalam Islam secara paksa, dan tidak pernah mereka melarang seorangpun dari ahli kitab mempraktekan syi`ar syi`ar peribadatan mereka, atau mengamalkan apa apa yang dibolehkan oleh din (agama) mereka tentang makanan dan minuman yang telah diharamkan oleh Islam, mereka betul betul hidup di bawah naungan Negara Islam dalam masa yang panjang sekali dengan penuh kedamaian, tentram, penuh nikmat, keadilan dan kebaikan.

Berkata Thomas Arnold (ahli sejarah Inggeris) : “Tidak pernah kami mendapati satu keteranganpun berusaha untuk mendiskerditkan kelompok kelompok selain kaum muslimin dan memaksakan kepada mereka untuk menerima Islam, atau berbentuk undang undang pemaksaan bertujuan menghilangkan ad din al Masihi, kalau seandainya para Khalifah (Pemimpin) Islam menginginkan mudah sekali bagi mereka untuk menghilangkan dan mengusir orang orang kristen dari negeri mereka sebagaimana yang telah diperbuat oleh Perdinand dan Izabella ketika mereka menghapus Din Islam dan kaum Muslimin dari Asbenia.., oleh karena itu sisa sisa keberadaan gereja sampai sekarang masih disaksikan oleh dunia, ini merupakan dalil yang kuat dan sangat nyata sekali menunjukan kepada kita bahwa Islam betul betul telah mempraktekan toleransi di negeri itu.” (Ad Da`wah Ilal Islam, oleh Thomas Arnold hal. 89-99. Dinukil dari kitab “Manhaj Al Islam Fi Al Harb wa As Salm”, hal. 65).

 

Kebebasan Dalam Bersiyasah.

Tiap pribadi ummat Islam dibebankan untuk berda`wah kepada perbaikan, memerintahkan kepada yang ma`ruf dan melarang dari berbuat rusak dipermukaan bumi, hadist hadist banyak sekali menunjukan nasehat kepada kaum Muslimin secara umum, dan juga sebahagian hadist hadist ditujukan menasehati para pemimpin secara khusus, nasehat untuk para pemimpin dan orang orang yang berkecimpung dalam siyasah sangat disyari`atkan oleh Islam, sepantasnyalah bagi penasehat muslim untuk tidak dikuasai oleh hawa nafsunya, tujuannya dalam menasehati itu semata mata hanya mencari ridho Allah Ta`ala dan demi kebaikan atas ummat ini, tidak tercampur perbuatannya itu dengan tujuan duniawi dan kepentingan pribadi, bila dia berpandangan satu pandangan tentang siyasah semata mata tujuannya untuk kemashlahatan ummat, demikian juga bila dia menasehati para pemimpin dan orang orang yang diberi tanggung jawab dalam pemerintahan, dia terangkan kepada mereka tentang sisi pandangannya dengan cara yang disyari`atkan oleh Allah Subhana wa Ta`ala, dengan lemah lembut, hanya antara dia dengan mereka saja; “sesungguhnya seorang mu`min ditutup tutupi dan dinasehati, sedangkan penjahat harus dibongkar kejahatannya dan ditelanjangi,” sebagaimana diperjelas oleh Al Fudhail bin `Ayadh: “Para Salaf apabila mereka ingin menasehati seseorang mereka nasehati secara rahasia,” sampai sampai sebahagian mereka mengatakan : “Barang siapa menasehati saudaranya sesama muslim hendaklah disaksikan oleh mereka berdua saja, itu baru dinamakan nasehat, akan tetapi kalau dia menasehatinya dihadapan kalayak ramai maka itu bukan nasehat.” (Lihat Jami`u Al `Ulum wa Al Hikam hal. 99).

Sebaik baik penjelasan dalam hal ini adalah hadist Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam;

"من أراد أن ينصح لذى سلطان فى أمر, فلا يبده علانية, ولكن ليأخذ بيده, فيخلو به, فإن قبل منه فذاك, وإلا كان قد أدى الذى عليه له."

Artinya : “Siapa yang ingin menasehati seorang yang mempunyai kekuasaan tentang suatu urusan, jangan sekali kali dia perbuat terang terangan, akan tetapi hendaklah dia tarik tangan Sulthon itu ketempat yang sunyi, bila diterima nasehatnya cukuplah hao itu baginya, kalau tidak, yang penting dia sudah menunaikan apa apa yang diwajibkan atasnya.” Hadist shohih, diriwayatkan oleh: Ahmad (3/403), At Thobrani (17/367), Al Hakim (3/290) dan Ibnu Abi `Ashim di “As Sunnah” (1130-1132).

Adapun memamfa`atkan siyasah yang bertentangan dengan syari`at sebagai wasilah (perantara) untuk menggerakan masa, mengompori ummat, menyalakan api fitnah dan pemberontakan pemberontakan, ini bukan ajaran Islam, `Umar bin Al Khatthab Radhiallahu `anhu pernah mengingkari perjanjian Al Hudaibiyah, dia melihat bahwa perjanjian itu merugikan kaum Muslimin, sebab di dalam perjanjian itu ada tertulis : “Barang siapa yang datang ke pada Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dalam keadaan islam harus dikembalikan kepada mereka, sebaliknya siapapun dari kaum Muslimin yang datang kepada mereka tidak boleh dikembalikan kepada Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam.”Kemudian `Umar menunjukan pandangan dengan sejelas jelasnya sambil berkata kepada Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam : “Bukankah kamu betul betul Nabiyullah??…, bukankah kita ini berada dalam yang haq sedangkan musuh kita dalam kebatilan ? …., jadi kenapa kita merendahkan Din kita?.., bukankah kamu menerangkan pada kami bahwa kita akan datang ke Mekkah ini untuk Thawwaf?? Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam menjawab : “Benar, Saya telah khabarkan padamu kita akan mendatangi Rumah Allah itu tahun ini? `Umar menjawab : Tidak, lalu Rasulullah berkata : “Kamu akan mendatanginya tahun ini dan akan Thawwaf di sana.”

Setelah itu `Umar mendatangi Abu Bakar Radhiallahu `anhuma : “Ya Aba Bakar bukankah Dia ini betul betul Nabi Allah?.., dan bukankah kita ini dalam kebenaran sementara musuh kita dalam kebathilan?.., lalu kenapa kita merendahkan Din (Agama) kita? Berkata Abu Bakar : “Hai laki laki, sesungguhnya Dia adalah Rasulullah, Dia tidak pernah mendurhakai Rabnya, Rabnya akan menolongnya, maka berpeganglah kamu dengan pandangannya, demi Allah sesungguhnya Dia betul betul berada di atas kebenaran.”

Setelah itu `Umar tidak pernah mendatangi siapapun selain dari Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan Abu Bakar As Shiddiq. (Riwayat ini dikeluarkan oleh: As Syaikhan, Al Bukhari (5/388), Muslim (3/1412). `Umar tidak melepaskan keta`atannya pada Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam, tidak mengadakan demontsrasi menuntut untuk menggagalkan perjanjian itu, apalagi kebanyakan kaum Muslimin pada sa`at berada di barisan `Umar, mereka juga mengingkari perjanjian itu juga.

Sahabat sahabat pernah menentang keputusan Abu Bakar As Shiddiq Radhiallahu `anhu, yang paling terdepan dalam penentangan ini adalah `Umar Radhiallahu `anhu ketika Abu Bakar memutuskan untuk memerangi orang orang yang tidak mau menunaikan zakat, tidaklah gugur penentangan ini kecuali dengan sepakatnya mereka menerima keputusan Abu Bakar disebabkan kuatnya hujjah dan dalilnya.

Oleh karena itu perbedaan perbedaan dalam masalah siyasah harus dikontrol dengan aturan aturan syari`at dan adab adab khilaf, supaya terjamin dari berbagai macam akibat akibat yang tidak diinginkan, supaya menghasilkan natijah natijah yang baik demi kemashlahatan ummat, bukan bertujuan untuk menghancurkan dan memporak porandakan tempat tinggal ummat tersebut.

 

Kebebasan Dalam Berpikir dan Berpendapat.

Islam datang untuk membebaskan aqal dari keterkungkungannya dan dihapuskan dari rantai rantai yang mengikatnya selama ini, maka banyak sekali kita jumpai dalam Al Quran ayat ayat yang diakhiri oleh :

"يعقلون", "يتفكرون", "يتدبرون",

Artinya : “Apakah kalian tidak ber-aqal?”, “Apakah kalian tidak memikirkan?”, “Apakah kalian tidak mentadabburnya?”, tidak ditemukan dalam nash nash yang shohih ada penentangan terhadap aqal aqal Al Basyariyah “tidak ada terdapat dalam Al Quran dan As Sunnah satu ayatpun yang bertentangan dengan aqal.” (As Showa`iq Al Mursalah oleh Ibnu Qaiyim Al Jauziyah : 3/830). Adapun hasil dari kebebasan ini kita menjumpai perpustakaan perpustakaan Islam penuh dengan peninggalan berbagai cabang ilmu pengetahuan, dan kadang kadang kebebasan berpikir dan berpendapat ini memberikan kesempatan kepada para `Ulama Muslimin untuk membantah pandangan pandangan yang betul betul bebas yang sangat diterima oleh sebahagian orang, sebagai satu contoh dari yang demikian kita lihat bagaimana Syaikul Islam Ibnu Taimiyah mengeritik ilmu manthiq Aristoteles dalam satu kitab beliau “Al Raddu `Alal Manthiqiyin”, buku ini merupakan bantahan yang pertama kalinya diketahui oleh kehidupan aqal insaniyah khususnya dalam membantah ilmu manthiq Aristo dengan bantahan yang sangat ilmiyah, dimana dalam masa sekian qurun aqal manusia dikelabui oleh bahwa ilmu manthiq Al Yunani ini merupakan ilmu terbebas dari berbagai kerancuan dan kesalahan, sampai datang generasi Syaikul Islam rahimahullah barulah orang tahu bahwa ilmu ini adalah sesat.

Islam yang menjamin kebebasan berpikir dan berpendapat ini tidak mengizinkan sedikitpun untuk menggunakan kebebasan ini sebagai jalan atau cara menanamkan keraguan kepada kaum Muslimin dalam `Aqidah, Akhlaq mereka yang mulia dengan cara menyebarkan perbuatan keji dan rendah serta menumbuhkan keraguan dan syubuhat dalam Din mereka, setiap orang yang mengikuti sejarah Islam dia akan menyaksikan dengan jelas bahwa para pemimpin Muslimin dahulu benar benar mengerahkan segala kemampuan dan kekuatan mereka untuk menghadapi setiap orang yang hatinya memang dihinggapi rasa dengki terhadap Din Islam ini, tugas ini bukan cuma cuma saja bahkan merupakan kewajiban kewajiban yang sangat diwajibkan atas setiap para pemimpin dan orang orang yang diberi tanggung jawab untuk menjaga Din Islam –Quran-Sunnah-`Aqidah-Syari`ah, kemudian mereka mengantisipasi tindakan orang orang yang menyebarkan kerusakan dan kehancuran baik kerusakan itu dari segi `Aqidah, Akhlaq atau Sosial Kemasyarakatan, sebahagian kaum berkata : “Sesungguhnya sekarang ini kita hidup diabad tekhnologi yang canggih, masa penuh dengan kebebasan, dan sangat terbelakang sekali- sebagaimana yang mereka da`wakan- kalau kaum Muslimin masih tetap berada dalam keterkungkungan dan keterikatan mereka dalam `aqidah, kemuliaan dan akhlaq yang sudah diajarkan oleh Din mereka, sekira kira menurut mereka (pecinta kebebasan) ini tidak salah kalau dikalangan masyarakat ini tersebar berbagai macam bentuk kerusakan baik kerusakan itu dalam segi pendidikan, akhlaq dan sosial masyarakat, sebab kata mereka-menurut da`waan mereka- kita ini hidup di zaman moderen, dan tidak salah juga dikalangan mereka kalau ada manusia menyeru masyarakat muslim lainnya kepada kesesatan dalam pemikiran, aqidah dan pendidikan, sebab kita ini sedang menyonsong abad moderen yang akan datang. Kelompok lainnya betul betul mereka sampai kepada batas kebohongan dan kedustaan yang keji sekali sehingga mereka mengatakan : “Sesungguhnya Islam ketika menetapkan undang undang menjamin kebebasan berpikir dan bertindak, itu cuma alat untuk menghancurkan dan pembusukan dari dalam supaya sanggup menghapus undang undang itu- sebagaimana yang mereka inginkan- lantas diberikan kebebasan sebebas bebasnya kepada setiap muslim sebagaimana yang sudah dipraktekan di negara Eropa sekarang ini.”

 

:: Kembali ke Depan :: Ta'zhim As Sunnah - Pekanbaru :: Ke Index Artikel ::